Thursday, November 18, 2010

SYAM - Si Lelaki Misterius



Catatan : (Sumber tulisan dari Wikipedia Indonesia)

Nama aslinya adalah Sjamsul Qamar Mubaidah. Dia merupakan tokoh kunci G30S dan orang nomor satu di Biro Khusus PKI yang bertugas membina simpatisan PKI dari kalangan ABRI dan pegawai negeri sipil. Sjam kelahiran Tuban, Jawa Timur pada 30 April 1924. Pendidikannya hanya sampai kelas tiga Land & Tunbow School dan Suiker-School, Surabaya. Karena Jepang keburu masuk Indonesia, Sjam tidak menamatkan sekolahnya dan pada 1943 dia masuk sekolah dagang di Yogyakarta tapi itupun hanya sampai kelas dua. Setelah proklamasi kemerdekaan, Sjam ikut berjuang memanggul senjata dalam pertempuran di Magelang tahun 1945-1946, Ambarawa dan Front Mranggen, Semarang.

Dia sempat memimpin laskar di Front Semarang Barat. Sekembalinya dari Front tersebut, ia menjadi anggota Pemuda Tani dan menjadi pemimpin Laskar Tani di Yogyakarta. Tahun 1947, menjelang Agresi Militer Belanda I, ia membentuk Serikat Buruh Mobil, sebuah organisasi buruh yang berhaluan kiri. Pada akhir 1947, ketika Serikat Buruh Kapal dan Pelabuhan didirikan, Sjam juga menjadi pimpinan bakhan kemudian menjadi ketua. Ia banyak mempelajari teori Marxis pada periode tersebut. Pada tahun 1950, dia menjadi Wakil Ketua Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Tahun 1951 sampai 1957, dia menjadi staf anggota Dewan Nasional SOBSI

Dan barulah semenjak 1957 dia menjadi pembantu pribadi D.N. Aidit. Mulai tahun 1960, Sjam ditetapkan menjadi anggota Departemen Organisasi PKI. Empat tahun setelah itu, dia memperkenalkan bentuk pengorganisasian anggota-anggota PKI yang berasal dari ABRI. Lahirlah apa yang disebut Biro Khusus Sentral pada tahun 1964. Ketika mulai dekat dengan Aidit, Sjam menjalin hubungan dengan anggota ABRI. 

Channelnya sangatlah mengagumkan. Ia pernah menjadi informan Moedigdo, seorang komisaris polisi, yang kelak salah satu anak Mudigdo diperistri oleh Aidit. Sjam juga disebut-sebut pernah menjadi intelnya Kolonel Soewarto, direktur seskoad pada 1958. Melalui cabang-cabang di daerah, Sjam berhasil mengadakan kontak-kontak tetap dengan kira-kira 250 perwira di Jawa Tengah, 200 di Jawa Timur, 80 sampai 100 di Jawa Barat, 40 hingga 50 di Jakarta, 30-40 di Sumatera Utara, 30 di Sumatera Barat dan 30 di Bali. 

Sjam ibarat hantu yang bisa menyusup ke mana saja ia mau. Sehingga banyak orang yang yakin bahwa ia sebenarnya agen ganda. Dia tidak hanya bekerja untuk kepentingan PKI, tapi juga bertugas sebagai spionase untuk kepentingan-kepentingan lain. Ada yang meyakini bahwa Sjam adalah agen ganda untuk KGB dan CIA. Lalu ada juga yang bilang bahwa Sjam itu adalah orang sipil yang menjadi informan tentara. Sjam dianggap sebagai tokoh terpenting dalam peristiwa G30S ini yang membuat tidak hanya PKI, tetapi juga kekuatan-kekuatan politik nasionalis runtuh dalam beberapa hari. Dan setelah G30S meletus dan kemudian gagal (atau didesain untuk gagal), Sjam pun menghilang. 

Menurut Mayjen Tahir, perwira pelaksana Team Pemeriksa Pusat, Sjam ditangkap di daerah Jawa Barat sekitar akhir tahun 1965 atau awal 1966. Sjam diyakini sebagai tokoh kunci dalam peristiwa ini, namun sampai sejauh mana dia berperan? Saat Presiden Soekarno sakit, Sjam dipanggil Aidit ke rumahnya pada 12 Agustus 1965. Dalam pertemuan itu, Aidit mengemukakan suatu hal yaitu “Seriusnya sakit Presiden dan kemungkinan Dewan Jenderal mengambil tindakan segera apabila beliau meninggal”. Kemudian Aidit meminta Sjam untku “meninjau kekuatan kita” dan “mempersiapkan suatu gerakan”. Atas dasar instruksi tersebut maka Sjam dan rekan-rekannya dari biro khusus membicarakan ikut serta dalam “suatu gerakan”, dan memutuskan untuk mendekati Kolonel Latief, Komandan Brigade Infantry I Kodam Jaya, Letkol Untung, Komandan salah satu dari tiga batalyon pasukan pengawal istana Tjakrabirawa di Jakarta dan Soejono dari AU, komandan pertahanan pangkalan Halim Perdanakusumah. 

Petunjuk inilah yang menunjukkan bahwa Sjam adalah inisiator dari gerakan yang kemudian gagal. Sementara itu, eksekusi terhadap para jenderal,bukan atas inisiatif Sjam. Gathut Soekresno yang dihadapkan sebagai saksi atas perkara Untung tahun 1966 memberi petunjuk bahwa Doel Latief lebih berperan, kendati sebetulnya Mayor Udara Soejono adalah yang bertanggung jawab terhadap nasib para jenderal tersebut. 

Di pengadilan Sjam memang divonis mati. Tetapi banyak mantan tahanan politik di Rumah Tahanan Militer(RTM) Budi Mulia meragukan apakah Sjam betul-betul dieksekusi. Bahkan lebih banyak Sjam dilepas, ganti identitas dan hidup sebagaimana orang biasa atau bahkan sudah kabur ke luar negeri. Semua itu tidak lepas dari jasanya terhadap berdirinya Orde Baru di bawah Soeharto. Memang tidak banyak informasi yang kami dapat tentang Sjam Kamaruzzaman. 

DI MANA SYAM KAMARUZZAMAN ?

Monday, November 8, 2010

Karya Sastra Mengukuhkan Mitos


Banyak bencana alam (tsunami, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, banjir bandang, tabrakan kereta api, kapal tengelam, busung lapar, dan lain-lain) dihubung-hubungkan dengan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan ada yang menganjurkan agar Presiden RI tersebut menyembelih kambing untuk tolak bala. Sesungguhnya hal itu merupakan lambang kebudayaan yang mengarah perlunya seorang pemimpin yang karismatik, sebagaimana yang diyakini masyarakatnya.

Guru Besar Ilmu Sastra pada Fakultas Bahasa Sastra dan Seni Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, Hasanuddin WS, mengatakan hal itu berkaitan dengan mitos yang berkembang di masyarakat tentang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan bencana yang beruntun terjadi di masa kepemimpinannya."Satu di antara karismatik pemimpin adalah melalui kemampuan supernatural, misalnya mampu memvisi keadaan atau mempreduksi sesuatu yang bakal terjadi. Dengan demikian, masyarakat yang dipimpinnya akan mengakui kepemimpinannya dengan ikhlas (dalam tradisi kerajaan Melayu dikenal dengan istilah Daulat )," katanya, menjawab Kompas, saat dihubungi di Padang, Minggu (7/11/2010).

Hasanuddin menjelaskan, kehidupan manusia, dan dengan sendirinya hubungan antarmanusia, dikuasai oleh mitos-mitos. Dalam teks-teks sastra lama, banyak ditemui mitos-mitos tentang keajaiban dan kesaktian yang dimiliki raja, permaisuri, pangeran, dan lain-lain. Sejalan dengan itu, menjadi hal tidak aneh jika pada banyak karya sastra lama ditemukan mitos yang mengukuhkan hal-hal yang telah dipercayai masyarakat karena tuntunan masyarakatnya memang demikian.

Tidak hanya di era Susilo Bambang Yudhoyono ada mitos. Pada era Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Gus Dur juga berkembang mitos-mitos. Bung Karno telah diramalkan akan menjadi seorang pemimpin besar, karena sewaktu beliau lahir, Gunung Agung meletus sebagai suatu pertanda telah lahir seorang calon pemimpin besar. Soeharto dimitoskan sebagai pemimpin yang mumpuni melalui cerita-cerita heroik, serta digambarkan pula bahwa beliau seorang kejawen yang baik ilmunya. BJ Habibie dan Gus Dus juga diberitakan suka mengunjungi makam-makam orang terkenal untuk menambah kemampuan supernaturalnya.

Hasanuddin berharap, baik kepada peneliti dan penelaah sastra maupun kepada satrawan, kajian kemelayuan dan keindonesiaan sebaiknyalah menyatu dan sejalan dengan kajian terhadap persoalan tradisi, mitologis, dan transformasi budaya. "Hal itu akan memberikan informasi yang memungkinkan peningkatan dan pembinaan terhadap kemampuan berapresiasi sastra," ungkapnya.

Sastrawan dan Guru Besar dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Sapardi Djoko Damono, pada acara Temu Sastrawan Indonesia III di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, akhir Oktober lalu, mengatakan, perhatian terhadap khazanah sastra lama sudah selayaknya ditingkatkan. Sebab, kekayaan itulah yang bisa memberi keyakinan bahwa kita tidak hidup sekarang saja, tetapi benar-benar ada sejak berabad-abad yang lalu.

"Sastra lama merupakan salah satu landasan keberadaan kita sebagai suatu bangsa. Perhatian terhadap sastra lama ini sangat bermanfaat untuk meneguhkan adanya tradisi penulisan dalam sastra Indonesia; di samping itu sastra lama juga merupakan sumber acuan penting bagi karya satra masa kini," katanya. Menurut Sapardi, sastra adalah seni bahasa, dan dalam hal ini bahasa adalah mitos, istilah yang lebih keren untuk dongeng. Dongeng dihasilkan oleh masyarakat untuk menjawab begitu banyak pertanyaan yang muncul ketika mereka menghadapi dan menjalani kehidupannya.

Penulis: Yurnaldi
KOMPAS.SENIN 8 NOVEMBER 2010

Wednesday, November 3, 2010

Terorisme dan Film "in The Name of God"


Terorisme dan segala bentuk ekstimisme serta segala upaya radikalisme dan kekerasan merupakan sesuatu yang tidak dibenarkan, walaupun hal itu dilakukan atas nama Tuhan, demikian kiranya pesan yang ingin disampaikan melalui sebuah film Pakistan, "In The Name of God". "Terorisme, ekstrimisme, dan radikalisme yang berbasis atas salah interpretasi terhadap ajaran Islam merupakan sesuatu yang salah, dan kami sedang mencoba mengenalkan bagaimana kehidupan warga Pakistan yang sebenarnya kepada dunia," kata Duta Besar Pakistan untuk Indonesia, Sanaullah.

Melalui acara pemutaran perdana film yang aslinya berjudul "Khuda Kay Liye", Selasa, Kedutaan Besar Pakistan di Jakarta mengajak warga Indonesia untuk mengenali Islam di Pakistan secara lebih dalam sekaligus menegaskan posisi Pakistan sebagai negara yang menentang terorisme. "Saya harap anda akan memahami maksud pesan yang disampaikan dengan menganalisa setiap pesan yang ada dalam film tersebut," kata Dubes Sanaullah."Film ini telah menjadi perdebatan di antara para politikus, petinggi agama, parlemen, sineas, bahkan warga biasa," ujarnya.

Film garapan sutradara Pakistan, Shoaib Mansoor, ini diperankan 3 bintang muda yang berakting luar biasa, Shaan (sebagai Mansoor), Fawad Khan (Sarmad), dan Imam Ali (Mary).Lokasi film ini ini pun bertemat di tiga benua, Pakistan (Asia), Chicago (Amerika) dan London (Eropa).

Mansoor dan Sarmad adalah dua orang musisi muda berbakat yang sudah punya banyak penggemar di Lahore. Karena perbedaan pendapat, kedua orang yang sebenarnya bersaudara ini jadi terpisah. Mansoor memilih tetap menjadi musisi sementara Sarmad memilih menjalani hidup sebagai muslim garis keras. Sang kakak, Mansoor yang melanjutkan sekolah Musik di Amerika kemudian menikah dengan teman sekelasnya, warga Amerika, Janie (Austin Marie Sayre), sedangkan sang adik Sarmad (Fawad Khan) yang terpengaruh oleh seorang imam Islam Fundamentalis, meninggalkan karirnya sebagi musisi dan memilih bergabung dengan jaringan teroris Taliban.

Karena alasan agama, Sarmad menikahi paksa anak dari pamannya, Mary (Iman Ali) seorang gadis warganegara Inggris keturunan Pakistan yang semenjak lahir hidup di London dengan budaya Barat. Prinsip ayah Mary (Hussain), "Pria Muslim boleh menikahi wanita non-Muslim, namun sebaliknya wanita Muslim dilarang." Ayah Mary yang tidak tahan dengan gunjingan komunitas Pakistan di London karena Marry menjalin hubungan dengan pria kulit putih akhirnya mengajak putrinya ke Pakistan, untuk secara diam-diam menikahkan putrinya dengan Sarmad. Mary pun terpaksa harus tinggal di daerah terpencil di perbatasan Pakistan-Afganistan sampai pemerintah Inggris menyelamatkannya. Kemudian terjadilah peristiwa 11 September 2001 yang merombak segalanya, bukan saja meruntuhkan Menara Kembar di New York namun banyak warga dari negara Muslim, seperti Pakistan, yang dituduh terlibat jaringan terorist Al Qaida pimpinan Osama Bin Laden.

Dalam film yang berdurasi lebih dari dua jam tersebut banyak terdapat dialog-dialog tentang pro-kontra dalam agama Islam, tidak hanya seperti yang terjadi saat ini antara Barat dengan Islam, tapi juga Muslim garis keras dengan Muslim moderat.

Shoaib Mansoor seolah mendambakan Pakistan yang lebih terbuka setelah tokoh Mary yang memenangkan hak asuh anak dan gugatan di pengadilan, walau pada akhirnya ia membatalkan tuntutan dan kembali ke wilayah pedalaman Afghanistan, tempat ia disekap selama beberapa lama.

Dalam praktiknya justru kini Taliban terus memerangi pemerintahan berdaulat Pakistan dengan menuduh pemerintah yang berlegitimasi itu sebagai "boneka" yang dikendalikan oleh Amerika Serikat, sekutu mereka di masa Perang Dingin, saat seterunya India memilih Rusia sebagai mitra yang erat.

Film "In The Name of God" sendiri telah mendapatkan sejumlah penghargaan dari berbagai festival film dunia khususnya dalam JIFFest (Jakarta International Film Festival) mendapatkan sebutan sebagai, "Film dengan Aklamasi secara Menyeluruh." "Khuda Kay Liye: In The Name of God" akan diputar di bioskop-bioskop Jakarta terhitung 4 November nanti.

KOMPAS 3 NOVEMBER 2010

Tuesday, November 2, 2010

BARET HITAM (1)



PENGANTAR

Cerita bersambung yang akan hadir ini mengambil latar belakang setelah kejadian jajak pendapat Timor Timur 1999 yang akhirnya 78,5 persen penduduk menolak otonomi khusus dan memilih untuk memisahkan diri dari NKRI. Setelah itu PBB mengirimkan International Force East Timor atau INTERFET  dibawah komando Mayor Jendral Peter Cosgrove dari Australia, dengan alasan utama mengamankan rayat Timor Timur.  Apa yang sebenarnya terjadi saat pasukan Australia itu berada di Timor Timur?

 

BAB SATU


Jalur Selatan Jawa Tengah sedang diliputi kabut asap yang lumayan mengganggu pandangan mata. Tapi Tarik memacu jeep Land Rover tuanya dengan kecepatan tinggi.  Walaupun itu juga tidak memberinya rasa yakin bahwa ia tidak akan terlambat di tempat tujuan untuk membicarakan bisnis onderdil mobil ex Singapura dengan orang-orang di pelabuhan Cilacap. Ia telah diberitahu seseorang kalau barang-barang dari negeri seberang itu sangat diminati pedagang lokal karena harganya murah dengan kualitas barang yang masih bagus. Artinya kalau ia sampai terlambat, orang lain akan dengan cepat sekali mengambil alih. Apalagi ia pemain baru di bisnis itu dan ia sudah mulai serius memikirkan akan terus menekuni bisnis itu.
     Dari radio di mobilnya terdengar suara Presiden berpidato, ".....sekalipun integrasi Timor Timur ke dalam negara Kesatuan Republik Indonesia secara legal konstitusional, tapi hal itu tidak diakui masyarakat Internasional dan Portugal masih tetap mencantumkan Timor Timur sebagai wilayahnya......"
     Tarik mematikan radionya dengan kesal. Ia mestinya tidak jadi presiden, pikirnya jengkel. Akhir-akhir ini ia tidak bisa berpikir dengan tenang. Bukan soal usaha bengkel mobilnya yang mulai berkembang, bukan pula soal dirinya yang kesepian tanpa seorang wanita yang seharusnya menjadi istrinya. Tapi ia begitu terganggu dengan berita-berita tentang Timor Timur.
     Sebuah pulau kecil yang tidak seberuntung sumber daya alamnya dari pulau-pulau lain di kepulauan Nusantara, tapi kepopulerannya jauh melebihi isu apapun di Indonesia, dengan puncak ketenarannya saat jajak pendapat yang diadakan PBB, dengan pilihan merdeka yang diberikan oleh Jakarta. Ia mendengus marah saat tahu pulau kecil itu akhirnya lepas dari Republik Indonesia. Keputusan yang salah yang diambil pada saat yang salah oleh sebuah kebijakan yang salah, pikirnya. Ia tidak tahu persis kenapa kebijakan merdeka itu harus keluar. Terlalu banyak yang dipertaruhkan kalau tetap membuat Timor Timur sebagai propinsi ke 27, tapi itu tidak berarti harus serta merta membuat keputusan yang salah.
Baginya keputusan itu salah besar. Tidak mempertimbangkan lebih dahulu apa yang telah dilakukan oleh para pendahulunya yang membuat pulau kecil itu menjadi benar tata pemerintahannya dan berkembang seperti halnya propinsi lain, setelah ratusan tahun di jajah Portugis dan ditinggalkan begitu saja dengan menyisakan bencana mengerikan;  perang saudara yang berdarah-darah dan kelaparan. Darah dan nyawa telah diperjuangkan dengan berbagai kekuatan, termasuk militer, untuk membuat pulau itu beradab. Barangkali salah kebijakan militer yang diterapkan dengan sangat keras. Tapi situasi telah memaksa militer lebih berperan daripada polisi, karena yang dihadapi bukan lagi kriminal jalanan, melainkan kekuatan bersenjata yang didukung oleh kekuatan asing.
Tarik telah mengikuti berbagai operasi rahasia yang dilakukan di pulau kecil itu untuk menumpas gerombolan pengacau keamanan yang sebenarnya adalah sebuah perkumpulan orang-orang terlatih baik, baik dari segi militer maupun soal diplomasi. Bukti pilihan lepas dari Indonesia adalah kemenangan terbesar mereka dengan diplomasi internasional nomer satu. Bahkan diplomat kementrian Luar Negeri di Jakarta dengan mudah didahuluinya seolah baru saja belajar bagaimana diplomasi yang cepat mendapat perhatian dunia.
Telepon genggamnya berdering. Dengan gugup diraihnya gagang telepon dan suara pegawai bengkelnya terdengar ditelinganya dengan sangat jelas.
“Ada tamu dari Jakarta, Pak.”
“Tamu dari Jakarta?"
"Benar, Pak."
"Ah…kamu tahu yang harus kamu katakan.”
“Sudah, Pak. Beliau yang meminta bapak untuk kembali.”
Belum pernah ada orang berlaku menyebalkan seperti ini, pikirnya. “Bahkan saya belum sampai di pelabuhan.”
“Katanya sangat penting, Pak.”
“Kamu pikir aku sedang menuju tempat rekreasi?”
“Beliau bilang tidak bisa menunggu lama, Pak.”
“Memangnya siapa dia?” Nada Tarik jadi meninggi.
“Beliau mengatakan namanya Wenang Pati.”
Mobilnya langsung berhenti mendadak, sehingga mobil dibelakangnya kelihatan panik dan membanting kemudi dan mendahuluinya sambil sopirnya memaki-maki. Tarik tidak mempedulikannya, bahkan andai orang itu akan mengajaknya berkelahi tidak dilayaninya meski ia bisa mudah melakukannya.
Setelah sekian lama, baginya terlalu lama, berada di sebuah daerah kecil di pantai selatan pulau Jawa, tempat ayahnya berasal, ia merasa mendapatkan gairah hidup kembali. Ia bisa tiap hari bertemu kerabat ayahnya atau orang-orang yang bersedia menjadi temannya dan melakukan apasaja dengan mereka. Tapi itu hanya membuatnya terhibur sesaat. Hidupnya kosong dan tidak berarti apa-apa. Hanya kesibukan di bengkel yang bisa melupakan semuanya, selebihnya memancing di laut atau naik gunung. 
Tapi kali ini ia mendapat kabar paling menyenangkan. Ia merasa beban pikiran yang akhir-akhir ini membuatnya terganggu, hilang dengan sendirinya. Walaupun Wenang Pati bukan orang yang diharapkannya, bahkan ia harus membencinya, tapi nama itulah yang paling ditunggunya dengan masalah Timor Timur. Ia memacu mobilnya dengan lebih kencang tanpa berpikir untuk membatalkan pembelian onderdil mobil. Ia harus membuat hatinya nyaman dengan kembali daripada melanjutkan bisnisnya dengan pikiran tegang.
Wenang Pati merupakan ayah kandungnya di militer. Banyak yang merasa iri ia menjadi anak emas Wenang Pati. Sebagai atasannya di kesatuan Kopassus, pendidikan terbaik telah diterimanya. Ia telah dilatih di sekolah komando sebelum akhirnya ia dikirim ke Fort Bragg, North Carolina untuk mendapatkan pendidikan Army Special Force, dilanjutkan di Fort Benning Georgia untuk pendidikan Advanced Infantry Officer. Sampai pendidikan terakhirnya di Jerman, ia mendapat predikat sebagai lulusan terbaik untuk gerilya kota.
Wenang Pati pernah mengatakan kepadanya bahwa suatu saat ingin melihatnya menggantikan dirinya dan bahkan lebih dari itu, menjadi Panglima Tertinggi di militer. Jalan untuk itu membentang lurus didepannya dengan bekal pendidikan yang didapatnya. Tidak ada hambatan apapun sampai kemudian datang malapetaka itu. Baginya itu malapetaka paling buruk sepanjang hidupnya daripada menyebutnya sebuah nasib sial. Wenang Pati adalah satu-satunya orang yang percaya bahwa ia tidak pernah mempunyai ambisi terselubung, apalagi keinginan menggunakan keahliannya di bidang militer untuk melakukan tipu muslihat merebut kekuasaan Presiden.
Menjadi tentara adalah keinginan terakhirnya di dunia. Ia dilahirkan di sebuah keluarga yang semuanya menyukai dunia bisnis, bahkan keluarganya telah memiliki jaringan bisnis besar yang bisa mempekerjakannya dengan kedudukan tinggi. Tapi karirnya di militer yang cepat menanjak membuatnya sadar bahwa ia telah mengambil keputusan benar sebagai jalan hidupnya. Ia merasa nyaman berada di barak, dan lebih nyaman berada di lapangan yang suasananya penuh tantangan. Terlalu berharga hidup sebagai tentara yang harus disia-siakan hanya dengan berebut kedudukan. Perkara bahwa karirnya cepat sekali naik, semata karena Wenang Pati menganggapnya terlalu berbakat menjadi tentara. Ia hanya tersenyum kecut ketika itu, dan dijawabnya, “Bakat itu urusan anak umur lima tahun yang bisa menciptakan pesawat terbang.”  Sampai kepada malapetaka yang merenggutkan karirnya, ia masih merasa bahwa ia tidak mempunyai pilihan lain selain menjadi tentara.
Keberuntungan yang dimilikinya adalah ia selalu dipengaruhi akar hidupnya, yaitu darah bisnis. Sejak kecil telah dihirupnya bau dunia itu karena ayahnya adalah jagoan untuk urusan dagang. Telah dipersiapkan dirinya bagaimana caranya mencari uang dengan keuntungan berlipat ganda dengan hanya duduk di belakang meja. Paling tidak hanya dengan bertemu orang, berjabat tangan dan menerima selembar cek.Tak ada pekerjaan yang lebih mudah daripada ini, pikirnya ketika itu.
Pikiran itulah yang membangkitkan semangatnya begitu karir militernya dihentikan markas besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Walaupun ia harus pergi menyingkir dan mengasingkan diri di sebuah desa di kaki gunung Menoreh di pantai selatan Pulau Jawa. Ia melakukannya untuk menghindarkan fitnah yang lebih besar. Ia terima keputusan terburuk dalam hidupnya itu karena ia tidak mau memperpanjang perdebatan siapa menyalahkan siapa. Kebenaran hanya ada didalam hati. Tidak ada yang lebih tahu tentang isi hati orang selain orang itu sendiri. Karena keyakinannya itu ia harus pergi.
“Saya mengalamai banyak tekanan batin yang mungkin orang lain tak harus memikulnya,” katanya kepada Wenang Pati sebelum ia pergi dari Jakarta.      
(bersambung)  


Monday, November 1, 2010

Anak Muda Suka Mengkhayal?


Menurut Merriam-Webster, imajinasi adalah ”kemampuan untuk membentuk citra mental dari hal-hal yang secara fisik tidak hadir atau tidak pernah dilahirkan atau diciptakan oleh orang lain”. Bahkan, imajinasi, sering kali disebut juga sebagai kemampuan kreatif dari pikiran manusia. Jika memang demikian, dengan nekat saya simpulkan bahwa tidak ada kreativitas yang tidak dimulai dari sebuah imajinasi manusia.

Mengkhayal atau berimajinasi adalah aktivitas otak yang sudah biasa kita lakukan sejak kita kecil. Jadi, ”jagoan” seperti tokoh di film-film kartun, jadi ”puteri cantik” seperti tokoh komik adalah contoh khayalan yang sering dilakukan oleh anak-anak. Yang tentunya bila dilihat dari variasi topik khayalannya, memang masih sangat terbatas karena informasi yang sudah diterima oleh anak kecil juga sangat minim. Paling-paling hanya seputar tontonan film kartun, bacaan komik, dan dongeng yang didengar.

Nah, waktu beranjak remaja hingga usia anak muda, input informasi semakin banyak dan beragam.Bisa didapat dari sekolah, lingkungan sosial, bisa lewat media cetak, maupun media elektronik. Yang paling deras saat ini di kalangan anak muda, apalagi kalau bukan internet yang menjadikan khayalan anak muda makin beragam dan tinggi sekali frekuensinya jika dibandingkan anak kecil.

Umumnya kapan sih, anak muda itu mengkhayal? Ternyata menurut pengakuan mereka, mengkhayal itu bisa terjadi kapan saja dan tergantung pada objek imaginasinya. Ada yang terjadi secara spontan dan mengalir, yang biasanya muncul saat santai alias otak sedang nganggur. Di saat seperti ini, berbagai input informasi bisa menjadi bahan khayalan. Sebagai contoh, saat santai nonton TV, acaranya tentang objek wisata yang keren banget dan eksotik. Nah, biasanya pikiran langsung spontan mengkhayal, ”enak juga ya klo bisa liburan ke sana, apalagi bisa traveling keliling dunia.....”

Ada juga jenis imajinasi yang tidak spontan, tapi memang disengaja sebagai bagian dari berfikir kreatif. Misalnya, saat membuat karya ilmiah, produk inovatif, karya seni, karya tulis, dan masih banyak lagi. Semuanya dituangkan lebih dulu di pikiran, di angan-angan sampai terbentuk citra tertentu yang nantinya akan dimanifestasikan ke bentuk yang lebih konkret. Namun, sudah pasti yang frekuensinya lebih tinggi di kalangan anak muda, ya khayalan-khayalan spontan.

Khayalan anak muda juga mengalami evolusi seiring pertumbuhan usia dan kedewasaan berpikir. Pada usia yang lebih muda, imaginasinya jauh lebih berani dan liar. Rasanya tidak ada hal yang bisa menghalangi imaginasi mereka. Imaginasi menjadi seperti sebuah impian sekaligus harapan. Dan, di usia yang lebih muda, masih banyak waktu terbentang di depan untuk mengusahakan imaginasi mereka jadi kenyataan. Buat anak muda, mengkhayal itu enak, apalagi belum terkontaminasi sama rumitnya ”hidup”. Daya imaginasinya jadi tinggi.

Semakin dewasa, masuk ke usia 20 hingga 30-an, khayalan anak muda mulai berkurang dan mengerucut dalam hal jumlah. Namun, khayalan itu mengkristal menjadi obsesi yang dikejar. Jadi, anak muda yang lebih dewasa, lebih fokus dalam berimaginasi. Ketika saya tanyakan kepada mereka, mengapa terjadi evolusi seperti itu, jawaban mereka adalah karena semakin dewasa, semakin sulit buat mengkhayal dan terbentur lagi dengan batasan-batasan realitas.

Tentu, akhirnya tidak semua khayalan masa remaja dikejar semua. Ada satu contoh soal ini. Ada seorang pemudi yang juga menjadi responden dari riset yang kami lakukan menyatakan bahwa dulu ia mempunyai banyak sekali khayalan. Bahkan, ia sempat berkhayal jadi artis terkenal. Saat itu, ”modal” cukup memadai, masih muda, cantik, dan sepertinya dia bisa akting juga.

Tapi, karena agak kurang percaya diri, takut tidak bisa tampil dengan baik, akhirnya selalu ada alasan untuk menolak setiap tawaran. Sehingga setiap kesempatan yang datang akan terlewat semua. Padahal tawaran itu datang bukan cuma sekali. Akhirnya, tiba waktunya untuk berkeluarga, punya anak, dan tanpa disadari usia terus beranjak mendekati kepala tiga, dan secara alamiah kualitas penampilannya sudah tidak ”sebaik” waktu muda. Belum lagi ditambah dengan adanya tanggung jawab sebagai istri dan sebagai ibu. Realitas seperti inilah yang akhirnya membatasi imajinasinya. Ia mulai fokus pada khayalan baru yang justru menjadi obsesi untuk dikejar, yaitu sukses dalam bisnis dan sukses sebagai istri.

Di sini, jelas polanya bahwa pada masa kecil seseorang sudah mulai berimaginasi. Ketika memasuki masa remaja dan usia anak muda, variasi dan frekuensi khayalan mencapai titik tertingginya. Inilah yang menjadi penyebab mengapa usia muda menjadi usia kreativitas. Dan, ketika semakin dewasa, frekuensi dan variasi khayalan semakin berkurang. Namun, ia lebih fokus dan seringkali bergeser menjadi sebuah obsesi yang dikejar.

Melalui Djarum Black Innovation Awards, terlihat bahwa PT Djarum berusaha memberikan wadah bagi anak muda Indonesia untuk terus berkhayal, terus berimaginasi untuk melahirkan karya-karya baru yang inovatif dan kreatif yang berguna bagi masyarakat banyak.

Lain lagi yang ditempuh oleh PT Unilever Indonesia Tbk dengan program AXE Twist Island-nya yang mengajak anak muda—khususnya laki-laki untuk mengkhayal berubah menjadi sesuatu agar pacar nggak bosen. Dengan iming-iming, pemenang program ini akan dibawa terdampar bareng AXE babes yang seksi di AXE Twist Island. Tentu saja, hadiahnya sudah menjadi imaginasi liar banyak anak muda, khususnya laki-laki. Hmm, satu cara yang kreatif, mengelitik, dan sedikit nakal dalam mewadahi anak mudah terus berkhayal.


Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc)
Bersama Joseph Kristofel (Associate Research Manager, MarkPlus Insight)
KOMPAS, 14 Oktober 2010