Friday, September 7, 2012

HARIMAU LEMBAH HARAU



Hampir di seluruh pelosok Nusantara, mitos atau legenda hidup dengan suburnya dan menjadi ciri khas daerah tersebut. Banyak yang tidak masuk akal dan sepertinya hanya sebuah dongeng pengantar tidur anak-anak. Tapi begitulah sifat mitos atau legenda. Soal benar dan salah menjadi urusan kesekian. Termasuk legenda Harimau Lembah Harau di Payakumbuh, kabupaten Lima Puluh Koto, Sumatera Barat, yang terkenal dengan sebutan kota Batiah. Batiah sendiri sebuah makanan semacam rengginang.

Lembah Harau berjarak sekitar sepuluh kilo dari pusat kota Payakumbuh. Lembah Harau sendiri mempunyai sejarahnya sendiri, meskipun lebih kepada semacam legenda juga. Menurut hikayat, dulunya di atas tebing berdiri sebuah kerajaan. Sedangkan lembahnya merupakan lautan. Suatu hari, putri kerajaan memilih terjun ke laut karena tak diizinkan menikah dengan lelaki yang disukainya. Sang raja lalu memerintahkan rakyatnya mencari jasad sang putri. Namun hingga laut dikeringkan, jenazah sang putri tetap tak ditemukan. Laut yang menjadi daratan itu kini dikenal sebagai Lembah Harau.

Legenda tersebut diperkuat oleh temuan dari survey team geologi Jerman (Barat) yang meneliti jenis bebatuan yang terdapat di Lembah Harau pada tahun 1980. Dari hasil survey team tersebut dapat diketahui bahwa batuan yang ada di perbukitan Lembah Harau adalah batuan Breksi dan Konglomerat yang merupakan jenis bebatuan yang umumnya terdapat di dasar laut.

Memasuki lembah Harau, seperti berada dalam sebuah benteng yang melindungi dari serangan musuh paling berbahaya.  Tinggi pagar tebingnya sekitar 150-200 meter. Tebing itu tegak dengan kokohnya  yang mengelilingi lembah. Pagar tebing cadas yang curam dan lurus menantang  untuk olah raga panjat tebing. Saat ini kawasan lembah Harau sudah menjadi Taman Wisata Lembah Harau dan mempunyai tujuh air terjun (sarasah) yang mempesona. Ketinggian masing-masing air terjun berbeda-beda antara 50-90 meter. Air terjun tersebut mengalir dari atas jurang yang membentang di sepanjang Lembah Harau.

Di Lembah Harau terdapat hutan lindung di dalamnya hidup beberapa binatang langka asli Sumatera. Di antara satwa  tersebut adalah monyet ekor panjang, primata jenis Maccaca Fascicularis. Bila beruntung, juga bisa menyaksikan harimau Sumatra, beruang, tapir dan landak yang hampir punah.

Lembah Harau sudah lama menjadi perhatian orang. Sebuah monumen peninggalan Belanda yang terletak di kaki air terjun Sarasah Bunta (pintu gerbang belok ke kiri) menjadi bukti kalau lembah ini sudah sering dikunjungi sejak 1926. Selain keindahan alam tadi, keelokan lain masih betebaran di sekitar Lembah Harau. Di dataran tingginya, Anda bisa menemukan cagar alam dan suaka margasatwa seluas 270,5 hektare.


Sedangkan soal legenda Harimau Lembah Harau sendiri adalah cerita penduduk Paakumbuh yang mempercayai selain adanya harimau sumatera asli, ternyata ada harimau jadi-jadian (siluman) yang hidup di lembah Harau. Penduduk setempat menyebutnya inyiak. Begitu masuk gerbang lembah harau, beloklah ke kiri dan terus masuk ke dalam lembah dan setalah melewati tiga kampung, sampailah di daerah tujuh bukit yang terdapat sebuah goa. Di goa inilah dahulu kala bertapa seorang pendekar sakti yang akhirnya menjelma menjadi harimau atau inyiak. Pertapa sakti yang menjelma menjadi harimau inilah yang menguasai lembah harau. Bahkan kemudian inyiak mampu menguasai wilayah gunung Singgalang dan wilayah gunung Merapi.

Inyiak berhubungan dengan orang-orang bunian atau makhluk halus yang juga mendiami tiga wilayah:  Lembah Harau, Singgalang dan Merapi. Jadi kalau ada orang pernah bertemu dengan inyiak diyakini orang itu akan diambil orang-orang bunian dan tidak akan pernah bisa kembali ke dunia nyata.

Sebagai catatan: legenda ini sudah dibuat film televisi yang sudah ditayangkan televisi swasta nasional tahun 2008 berjudul Harimau Lembah Harau –ceritanya juga soal harimau siluman tapi tidak menceritakan pertapa sakti dan orang bunian.


DI TEPINYA SUNGAI SERAYU


Sebagaimana kota-kota, sungai mempunyai sejarah yang panjang dan tidak kalah terkenal. Khusus di Pulau Jawa, banyak sungai yang legendaris. Sungai Berantas di Jawa Timur yang dulu terkenal sebagai urat nadi Majapahit, Bengawan Solo yang terkenal ke seluruh dunia karena lagu ciptaan Gesang, Ciliwung yang telah sangat meng-Indonesia karena banjirnya. Sedanghkan di Jawa Tengah di bagian tengahnya, mengalir Sungai Serayu yang nyaris di lupakan.
 
Sungai ini berhulu di pegunungan Dieng dan bermuara di Samudera Hindia melewati Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Purwokerto/Banyumas, Kebumen dan Cilacap. Seperti sungai-sungai lain yang menebar terornya dengan banjir, Serayu juga mempunyai masalah tahunan yang kompleks itu. Khususnya untuk masyarakat Banyumas, Kebumen dan Cilacap, karena letaknya yang relatif rendah di banding daerah aliran Serayu lainnya. Dan ternyata soal banjir telah menjadi kegiatan rutin tahunan sejak jaman dulu kala.

Dalam buku babad (sejarah) Bandjir Serajoe Banjoemas tahun 1582, tertulis kalimat:  Ana Utjeng Mentjlok Ing Manggar artinya: "Ada Uceng (sejenis ikan) hinggap di Manggar (mayang kelapa)". Ungkapan itu menunjukkan bahwa pada tahun 1582 pernah terjadi banjir Serayu yang besar dengan genangan air setinggi pohon kelapa sehingga ada ikan yang hinggap bunga buah kelapa.

Di Banjarnegara, Serayu membelah kota sawah itu (Banjar = sawah) dan telah dimanfaatkan untuk menghidupi petani sejak dulu kala. Tapi irigasi untuk pertanian dibangun sejak jaman kolonial. Beberapa proyek irigasi yang memanfaatkan Sungai Serayu yaitu Jaringan Irigasi Singomerto dan Banjarcahyana yang letaknya 1 km dari pusat kota Banjarnegara. . Tahun 1938 dibuat sifon (saluran bawah tanah) di bawah anak sungai Serayu, yaitu Banjarcahyana. Presiden Soekarno mengunjungi bangunan itu tahun 1952 dan sangat mengaguminya. Di situ pula pertemuan tiga sungai: Serayu, Merawu dan Palet.

Serayu juga dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air yaitu PLTA Mrica, yang terletak di desa Binorong, kecamatan Bawang kira-kira 10 km dari pusat kota ke arah barat. Bendungan yang dinamakan Bendungan Panglima Besar Soedirman yang di operasikan mulai tahun 1988 yang diresmikan Presiden Soeharto, dan memiliki kapasitas terpasang 184,5 megawatt untuk memasok 30% kebutuhan listrik Jawa Tengah. Tidak hanya untuk pembangkit listrik, air bendungan tersebut juga dimanfaatkan untuk mengairi sawah di tiga Kabupaten, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Masih merasa kebutuhan listrik Jawa Tengah kurang,  dibangun lagi PLTA Tulis di kecamatan Pagentan, yang memanfaatkan anak sungai serayu lain yaitu Kali Tulis.

Seperti juga pertumbuhan kota-kota, ‘Kota Sawah’ ini telah mulai tergerus jaman karena kontribusi sector pertanian semakin menyusut. Rata-rata turun 2 persen tiap tahunnya. Kelihatan kecil tapi seperti kata pepatah, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Padahal secara geografis, lebih dari separuh wilayah kabupaten ini merupakan pegunungan. Secara umum Kabupaten ini dibagi menjadi 3 zona:

Di pulau jawa ada tiga jalur utama yaitu Pantura atau Pantai utara jawa dan jalur selatan. Tapi yang tidak banyak dikenal dan dipergunakan adalah jalur tengah yang melintasi jalur utama Banjarnegara yang merupakan jalan provinsi yang menghubungkan antara kabupaten Banyumas di bagian Barat dengan Magelang dan Semarang di bagian Timur. Selain itu terdapat jalan provinsi yang menghubungkan Banjarnegara dengan kabupaten Batang, melintasi Dataran Tinggi Dieng.

Kuliner khas Banjarnegara yang sudah melanglang buana adalah Dawet Ayu dan tempe mendhoan (khusus tempe mendoan hampir semua wilayah ex Karesidenan Banyumas juga tersedia). Dawet ayu adalah jenis minuman yang Terbuat dari Cendol Tepung beras, gula aren, gula Kelapa, santan dan kadang di kombinasi dengan nangka. Dan cendol biasanya berwarna Hijau. Sedangkan buah yang paling terkenal adalah salak –terutama salak pondoh, dimana di pusat kota terdapat pasar khusus salak.

Seperti Bengawan solo yang dijadikan inspirasi lagu keroncong dan terkenal sampai mancanegara, Serayu juga menjadi inspirasi seorang komposer bernama Soetedja dengan menciptakan lagu berjudul Di Tepinya Sungai Serayu tahun 1940an. Soal terkenal lagu Bengawan Solo jauh lebih terkenal (disamping juga karena sungainya sendiri begitu terkenal sejak jaman purbakala, dimana Jaka Tingkir menyusurinya dengan diiringi empatpuluh buaya menuju Demak). Kenapa lagu Di Tepinya Sungai Serayu tidak mampu seterkenal Bengawan Solo? Ada rumus dagang yang mesti terlibat, tapi rumus keberhasilan lainnya adalah tidak pernah bisa diurai kenapa ini bisa dan lainnya tidak. Jadi lebih baik nikmati saja lagunya: 
ditepinya sungai serayu
waktu fajar menyingsing
pelangi merona warnyanya
nyiur melambai-lambai
warna air sungai nan jernih
perahu berkilauan
desir angin lemah gemulai
aman tenteram dan damai
gunung slamet nan agung
tampak jauh di sana
ref:

bagai sumber kemakmuran

kerta kencana
indah murni alam semesta
tepi sungai serayu
sungai pujaan bapak tani
penghibur hati rindu

PANTURA : JALAN TERPANJANG DI DUNIA


Inilah perjalanan kesekian kali melewati Pantai utara Jawa (terkenal disebut Pantura) yang dimulai dari Jakarta. Perjalanan yang sama, melewati jalur yang sama dan kondisi jalan yang selalu berubah. Kalau habis musim hujan, jalanan niscaya penuh lubang dan di beberapa tempat bahkan parah dan menguras tenaga untuk melewatinya. Padahal jalur pantura adalah jalan utama propinsi dari ujung banten sampai ujung jawa timur.

Dahulu jalan ini bernama jalan Pos atau jalan daendels. Tapi jalan yang selalu ramai dan akan sangat ramai setiap lebaran ini, seperti dijadikan sapi perahan. Jalanannya setiap tahun selalu di perbaiki menjelang lebaran, seperti sebuah ritual tahunan yang wajib. Padahal hal itu hanyalah untuk menghasilkan duit dan biar ada proyek tahunan dan bagi-bagi duit tahunan. Kalau memang pemerintah serius membangun jalur pantura, tidak akan hancur setiap kali musim hujan. Apakah begitu bodohnya para insnyur Indonesia yang membangun jalan itu. Setiap orang yang biasa melakukan perjalanan lewat pantura dan sering, pastilah akan merasa lelah dan ujungnya mencaci maki. Sementara pantura adalah jalan utama dan satu-satunya urat nadi trans jawa. Jalur tengah dan selatan hanya dipakai kalau darurat dan itupun terjadi setahun sekali saat lebaran. 

Pantura adalah proyek dambaan bagi setiap orang yang terlibat didalamnya. Ibarat roti, bahkan remah-remahannya masih sangat enak dinikmati orang-orang yang terlibat didalamnya. Jadi biar dapat remah-remah tiap tahun, bikin jalannya yang jelek saja. Biar cepet rusak dan cepet dapat duit lagi. Begitulah kira-kira mereka punya pemikiran. Edan.

Cikal bakal jalan pantura adalah jalan daendels atau disebut juga jalan Pos. Tapi sebenarnya yang pertama kali merintis pembangunan jalan trans jawa itu adalah Sultan Agung Mataram di abad 17 dalam rangka menaklukan Banten dan Batavia. Sedangkan Herman Willem Daendels berkuasa di abad 19. Sebagian jalur Jalan Raya Pos (Grote Post Weg-Red) yang dibangun oleh Daendels merupakan bagian dari jalan desa yang dirintis dan ditempuh pasukan Sultan Agung saat menyerang Batavia tahun 1628 dan 1630.