Friday, September 7, 2012

DI TEPINYA SUNGAI SERAYU


Sebagaimana kota-kota, sungai mempunyai sejarah yang panjang dan tidak kalah terkenal. Khusus di Pulau Jawa, banyak sungai yang legendaris. Sungai Berantas di Jawa Timur yang dulu terkenal sebagai urat nadi Majapahit, Bengawan Solo yang terkenal ke seluruh dunia karena lagu ciptaan Gesang, Ciliwung yang telah sangat meng-Indonesia karena banjirnya. Sedanghkan di Jawa Tengah di bagian tengahnya, mengalir Sungai Serayu yang nyaris di lupakan.
 
Sungai ini berhulu di pegunungan Dieng dan bermuara di Samudera Hindia melewati Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Purwokerto/Banyumas, Kebumen dan Cilacap. Seperti sungai-sungai lain yang menebar terornya dengan banjir, Serayu juga mempunyai masalah tahunan yang kompleks itu. Khususnya untuk masyarakat Banyumas, Kebumen dan Cilacap, karena letaknya yang relatif rendah di banding daerah aliran Serayu lainnya. Dan ternyata soal banjir telah menjadi kegiatan rutin tahunan sejak jaman dulu kala.

Dalam buku babad (sejarah) Bandjir Serajoe Banjoemas tahun 1582, tertulis kalimat:  Ana Utjeng Mentjlok Ing Manggar artinya: "Ada Uceng (sejenis ikan) hinggap di Manggar (mayang kelapa)". Ungkapan itu menunjukkan bahwa pada tahun 1582 pernah terjadi banjir Serayu yang besar dengan genangan air setinggi pohon kelapa sehingga ada ikan yang hinggap bunga buah kelapa.

Di Banjarnegara, Serayu membelah kota sawah itu (Banjar = sawah) dan telah dimanfaatkan untuk menghidupi petani sejak dulu kala. Tapi irigasi untuk pertanian dibangun sejak jaman kolonial. Beberapa proyek irigasi yang memanfaatkan Sungai Serayu yaitu Jaringan Irigasi Singomerto dan Banjarcahyana yang letaknya 1 km dari pusat kota Banjarnegara. . Tahun 1938 dibuat sifon (saluran bawah tanah) di bawah anak sungai Serayu, yaitu Banjarcahyana. Presiden Soekarno mengunjungi bangunan itu tahun 1952 dan sangat mengaguminya. Di situ pula pertemuan tiga sungai: Serayu, Merawu dan Palet.

Serayu juga dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air yaitu PLTA Mrica, yang terletak di desa Binorong, kecamatan Bawang kira-kira 10 km dari pusat kota ke arah barat. Bendungan yang dinamakan Bendungan Panglima Besar Soedirman yang di operasikan mulai tahun 1988 yang diresmikan Presiden Soeharto, dan memiliki kapasitas terpasang 184,5 megawatt untuk memasok 30% kebutuhan listrik Jawa Tengah. Tidak hanya untuk pembangkit listrik, air bendungan tersebut juga dimanfaatkan untuk mengairi sawah di tiga Kabupaten, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Masih merasa kebutuhan listrik Jawa Tengah kurang,  dibangun lagi PLTA Tulis di kecamatan Pagentan, yang memanfaatkan anak sungai serayu lain yaitu Kali Tulis.

Seperti juga pertumbuhan kota-kota, ‘Kota Sawah’ ini telah mulai tergerus jaman karena kontribusi sector pertanian semakin menyusut. Rata-rata turun 2 persen tiap tahunnya. Kelihatan kecil tapi seperti kata pepatah, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Padahal secara geografis, lebih dari separuh wilayah kabupaten ini merupakan pegunungan. Secara umum Kabupaten ini dibagi menjadi 3 zona:

Di pulau jawa ada tiga jalur utama yaitu Pantura atau Pantai utara jawa dan jalur selatan. Tapi yang tidak banyak dikenal dan dipergunakan adalah jalur tengah yang melintasi jalur utama Banjarnegara yang merupakan jalan provinsi yang menghubungkan antara kabupaten Banyumas di bagian Barat dengan Magelang dan Semarang di bagian Timur. Selain itu terdapat jalan provinsi yang menghubungkan Banjarnegara dengan kabupaten Batang, melintasi Dataran Tinggi Dieng.

Kuliner khas Banjarnegara yang sudah melanglang buana adalah Dawet Ayu dan tempe mendhoan (khusus tempe mendoan hampir semua wilayah ex Karesidenan Banyumas juga tersedia). Dawet ayu adalah jenis minuman yang Terbuat dari Cendol Tepung beras, gula aren, gula Kelapa, santan dan kadang di kombinasi dengan nangka. Dan cendol biasanya berwarna Hijau. Sedangkan buah yang paling terkenal adalah salak –terutama salak pondoh, dimana di pusat kota terdapat pasar khusus salak.

Seperti Bengawan solo yang dijadikan inspirasi lagu keroncong dan terkenal sampai mancanegara, Serayu juga menjadi inspirasi seorang komposer bernama Soetedja dengan menciptakan lagu berjudul Di Tepinya Sungai Serayu tahun 1940an. Soal terkenal lagu Bengawan Solo jauh lebih terkenal (disamping juga karena sungainya sendiri begitu terkenal sejak jaman purbakala, dimana Jaka Tingkir menyusurinya dengan diiringi empatpuluh buaya menuju Demak). Kenapa lagu Di Tepinya Sungai Serayu tidak mampu seterkenal Bengawan Solo? Ada rumus dagang yang mesti terlibat, tapi rumus keberhasilan lainnya adalah tidak pernah bisa diurai kenapa ini bisa dan lainnya tidak. Jadi lebih baik nikmati saja lagunya: 
ditepinya sungai serayu
waktu fajar menyingsing
pelangi merona warnyanya
nyiur melambai-lambai
warna air sungai nan jernih
perahu berkilauan
desir angin lemah gemulai
aman tenteram dan damai
gunung slamet nan agung
tampak jauh di sana
ref:

bagai sumber kemakmuran

kerta kencana
indah murni alam semesta
tepi sungai serayu
sungai pujaan bapak tani
penghibur hati rindu

No comments: