Monday, December 29, 2008

Pada mulanya adalah cerita


Sekarang mari kita bicara soal Film Indonesia. Satu hal yang harus terus menerus kita pertanyakan adalah, dimanakah kelemahan film Indonesia? Pemain sudah bagus, peralatan mutakhir bisa kita beli, sutradara sudah ‘sekolahan’ dan ‘kenyang pengalaman’, tetapi kenapa film Indonesia belum juga ‘memuaskan’? Jangankan untuk menjadi bagus, menjadi jelas saja sulit?

Satu-satunya jawaban adalah penulisan skenario. Skenario adalah bahan dasar sebuah film atau blue print. Menurut Don Livingston (dalam bukunya Film and the Director) rata-rata seorang sutradara bergantung sepenuhnya kepada penulis skenario. Makanya dari sebuah skenario yang bagus, harapan lahirnya film yang bagus sangat mungkin. Karena dari sebuah skenario yang buruk, sebuah film yang bagus sulit diharapkan.


Pembuatan film membutuhkan proses yang panjang. Dimulai dari modal uang dan penyedianya bernama Produser. Idealnya seorang produser bukan hanya orang yang tahu seluk beluk dagang, tapi juga memiliki pengetahuan kesenian yang luas. Maka yang dilakukan pertama kali adalah mencari cerita. Sumber cerita bisa didapatkan dengan berbagai cara. Dari cerita pendek, novel, komik, naskah panggung, dan lain-lain.

Langkah berikutnya tentu saja menemukan penulis skenario. Bersama-sama mereka membicarakan sebuah cerita yang akan dikembangkan menjadi sebuah basic story. Sebuah basic story mengandung ide dasar yang mempengaruhi keseluruhan cerita. Dari sebuah basic story dikembangkan menjadi sebuah Sinopsis. Dalam sinopsis, semua tergambar jelas perjalanan cerita dan tokoh-tokohnya. Setelah synopsis kemudian dikembangkan menjadi sebuah treatment atau outline, yang menjadi kerangka sebuah skenario. Didalam treatment atau outline, plot atau alur cerita sudah tersusun dan karakter tokohnya sudah tergambar jelas. Setelah itu, langkah terakhir adalah menulis skenario.

Kelihatannya, prosesnya memang panjang akan tetapi prosedur tersebut dibutuhkan untuk sistematis kerja dan untuk menghasilkan penulisan skenario yang sempurna. Meskipun begitu skenario terbuka untuk perubahan, penyesuaian dan ‘jarang’ tertuang seutuhnya ke dalam layar. Skenario juga tak bisa disebut karya sastra. Keindahan dan mutunya tidak tergantung pada apa yang tertulis. Karena sebuah skenario hanya sebagai bahan dasar atau blue print. Dialog hanya bagian kecil dari keseluruhan yang mementingkan gambar.

Kembali ke awal, untuk membuat skenario diperlukan sebuah cerita -yang berasal dari ide dasar. Merumuskan ide dasar merupakan pekerjaan utama untuk menyusun sebuah cerita yang utuh. Maka seperti sebuah pondasi, ide dasar harus benar-benar kuat menopang cerita. Dari sebuah cerita yang kuat, skenario yang bagus sangat mungkin diciptakan –tergantung jago tidaknya penulis skenarionya.

Skenario sebenarnya tidak untuk dibaca, tapi dilihat. Dimana teks yang tertulis yaitu deskripsinya adalah penggambaran visual. Makanya skenario tidak butuh rangkaian kalimat puitis sebagaimana novel atau karya sastra lainnya. Skenario hanya sebagai petunjuk membuat sebuah film.

No comments: