Wednesday, December 31, 2008

MULAI MENULIS (SKENARIO)


Seorang teman –seorang sarjana- meminta kepada saya diajarkan cara menulis scenario (dia merasa menjadi penulis scenario gampang nyari duit dan dapatnya cepet, banyak pula). Saya memintanya membaca buku teori penulisan scenario yang saya dapatkan di IKJ sampai benar-benar paham. Ketika sudah selesai teman saya dating lagi dan mengatakan tidak tahu bagaimana caranya memulai menulis scenario. Saya bilang bahwa mulailah menulis saja. Karena kalau tidak pernah dimulai menulis, maka tidak akan pernah bisa menulis scenario. Teman saya ngotot bilang bahwa ia tidak bisa.

Dalam bentuknya yang paling sederhana, kita pastilah pernah menulis sebuah surat, entah surat cinta, surat keterangan, surat kepada teman dan keluarga. Apakah kita secara serius belajar lebih dulu sewaktu menulis surat itu? Sebagain besar pastilah tidak. Toh kemudian surat itu jadi terus dikirimkan dan kemudian dibalas pula. Artinya kita berhasil menulis. Inilah yang disebut dengan mulai. Kita sudah terlalu banyak bicara tapi jarang sekali kita menuliskannya. Mestinya dengan kita cerewet, mudah saja kita menuliskannya. Sebagai sebuah kepentingan, terdesak atau tidak, menulis menjadi tuntutan. Celakanya kita sering dihinggapi penyakit menyepelekan. Soal mutu tulisan menjadi urusan kesekian, yang penting adalah kemauan untuk menulis.

Penyakit setelah menyepelekan adalah malas. Untuk lulus jadi sarjana, bukankah wajib membuat skripsi? Soal mutu tulisan seorang dengan predikat calon sarjana mustahil sama hasilnya dengan hasil karangan anak umur sembilan tahun. Dengan menjadi sarjana, dengan sendirinya bisa disebut intelektual. Meski untuk menjadi intelektual, tidak perlu mengatasnamakan cita-cita. Jadi kalau seorang calon sarjana bisa malas menulis, baik dengan alas an malas atau tidak bisa menulis, tidak ada gunanya kuliah bertahun-tahun.

Dengan demikian menulis adalah soal kemauan. Soal kapan mulai. Caranya untuk mulai menulis bermacam-macam. Sewaktu kuliah di IKJ, Seno Gumira Ajidarma menyuruh mahasiswanya menulis sambil menyetelkan musik. Hasilnya semua bisa menulis, tidak ada yang tidak berhasil menulis. Kabarnya dulu Almarhum Arifin C Noer ketika menulis skenario film ‘Taksi’ meminta kepada produsernya menyediakan sebuah taksi didepan rumahnya. Hanya nongkrong didepan rumahnya sampai skenarionya jadi. Dalam buku ‘Proses Kreatif II’ (Pamusuk Eneste), Almarhum Umar Kayam pertama kali menulis (cerpen) setelah melihat suatu perampasan tas seorang wanita oleh pemuda negro di New York. Peristiwa itu sangat mengejutkannya dan kemudian ditulisnya peristiwa itu meski masih dianggap sebagai kejadian yang ‘dilaporkan’, belum menjadi sebuah karya sastra. Selanjutnya menurut Umar Kayam, menulis pada akhirnya adalah masalah kemauan yang pribadi sekali, masalah determinasi. Selanjutnya, ternyata, boleh apasaja ikut terjadi.

No comments: