Tuesday, December 30, 2008

PROSES KREATIF (SKENARIO)


Ketika masih menjadi mahasiswa IKJ, saya diangkat menjadi asisten dosen mata kuliah Penulisan Kreatif oleh Seno Gumira Ajidarma (SGA), setelah saya mengikuti kuliahnya sebelumnya. Metode pengajarannya yang tidak bisa saya lupakan sampai sekarang dan menurut saya bagus. Selama dua jam pelajaran diputarkan musik dari lagu-lagu klasik semacam Mozart atau musik-musik Kitaro. Dan mahasiswanya di suruh mengarang apasaja. Mau menulis cerita, pengalaman pribadi, puisi, surat cinta atau sekedar ungkapan kekesalan. Mahasiswa diberi kebebasan mengungkapkan isi pikirannya saat itu. Musik yang diputar memang menimbulkan dua kecenderungan. Ada yang merasa terusik karena jadi tidak bisa konsentrasi dalam menulis dan ada yang menyukainya untuk membangkitkan gairah menulis.

Apa yang diajarkan oleh SGA adalah sebuah proses kreatif –untuk menjadi penulis yang serius (termasuk menjadi penulis skenario). Dalam pengantar catatan kuliahnya SGA menulis begini:

Proses kreatif sebenarnya adalah sesuatu yang misterius. Barangkali seorang penulis bisa menjelaskan, bagaimana sebuah tulisan yang dianggap bagus menjadi begini atau begitu. Namun sebenarnya ia baru menjelaskan apa yang dikiranya menjadi begini atau begitu. Ada seribusatu factor yang saling menunjang sehingga menjadi tulisan, dan meskipun barangkali metodologi ilmiah mampu menguarai berbagai variable yang ada didalamnya secara sistematis, tetap saja tak akan pernah diketahui secara pasti mengapa seseorang mampu menulisnya dalam bentuk seperti itu, dan bukan yang lain.

Bahkan, barangkali tidak penting benar untuk mengetahui, mengapa sebuah tulisan menjadi bagus, karena penyebab tidak pernah penting, yang penting barangnya – tulisannya. Dua wartawan terjun dalam perang yang sama, laporan keduanya sama akurat, tapi nuansanya tetap saja berbeda, dan kita tidak pernah bisa bilang bahwa perbedaan itu disebabkan oleh perang yang sama, melainkan oleh proses kreatif dalam diri keduanya, dan proses kreatif itu, sekali lagi, misterius. Dalam tiga jilid buku Proses Kreatif yang disusun oleh Pamusuk Eneste, sekian banyak sastrawan berkisah tentang proses kreatif yang mereka selami daam melahirkan karya-karyanyam, namun toh tak akan pernah bisa disulap menjadi metode, karena proses kreatif setiap orang adalah unik.

Sehingga pertanyaannya barangkali, bukanlah mengapa sebuah tulisan mencapai bentuk tertentu, karena hal itu meski isa dipelajari, toh tidak bisa ditiru –melainkan: bagaimana caranya sehingga proses didalam diri seorang penulis adalah proses yang kreatif, sehingga tulisannya pun menjadi hasil kerja yang kreatif? Tepatnya: bagaimana caranya kita melatih diri agar menjadi penulis yang kreatif.

Banyak orang berpendapat, untuk menjadi seorang penulis yang kreatif diperlukan bakat. Menurut saya, bakat adalah urusan para jenius, urusan orang-orang yang sudah bisa membca pada umur tiga tahun, dan sudah mampu menulis pada umur empat tahun. Dengan kata lain, bagi kita orang-orang biasa, bakat bukanlah rusan kita. Karena dalam pengertian bakat terkandung keajaiban: seseorang tidak ingin menjadi penulis, toh ketika iseng-iseng menulis, tulisannya lebih baik dari kita yang sudah ikut workshop. Ini kan bisa bikin minder?

Tentu harus selalu ada harapan pada orang-orang yang tidak berbakat, jika ia memang ingin menjadi penulis, dan harapan ini harus begitu kuatnya, sehingga melahirkan motivasi yang bukan hanya kuat, tapi juga sangat keras. Motivasi ini sangat penting, karena memang motivasi inilah yang akan menggerakan seluruh tindakan kita. Tepatnya anda pasti akan menjadi penulis jika memang anda ingin jadi seorang penulis –dengan catatan: keinginan anda adalah keinginan yang tak tertahankan.

Menulis adaah suatu pengerahan batin, kita mempertaruhkan bagus dan tidaknya pada seluruh kemampuan kita: mulai yang paling teknis, seperti pengumpulan bahan tertulis, sampai penulisan bentuknya ang mesti kreatif. –jangan sampai sama dengan yang lain.

Biasanya dalam tahap proses ini, kita sering terjebak pada berbagai ‘standar’ yang sudah baku, mengenai bentuk-bentuk tulisan tertentu yang dianggap bagus. Menurut saya, jika anda ingin menggali potensi kreatif dalam diri anda, makan anda harus menolak semua standar dan mencari jalan sendiri. Mula-mula akan susah payah, seperti ketika kita untuk pertama kalinya mendaki gunung, jangankan untuk naik, mana jalannya saja kita tak tahu. Namun pada pendakian yang ke-1000, kita bahkan tinggal memilih jalan mana yang akan kita lewati.

Untuk mencapai semua ini, tidak bisa tidak, kita hanya bisa mulai menulis, karena tanpa itu semua teori dan metode adalah omong kosong. Buku satu lemari boleh bahkan wajib kita baca sebagai perbendaharaan ilmu pengetahuan, namun hanya penulisan itu sendiri yang akan menjadikan kita seorang penulis. Namun jangan salah paham, untuk menjadi penulis sebenarnya, kita tidak sekadar belajar bagaimana caranya menulis, melainkan belajar mengungkapkan kembali kehidupan.

Dari sini kita isa memilah berbagai aspek.
Pertama, soal pengungkapan. Artinya ini adalah soal bentuk tulisan. Kita jangan mimpi akan pernah mencapai bentuk an gaya tulisan kita sendiri, jika kita jarang apalagi tidak pernah mengamati bentuk dan gaya seluruh tulisan yang ada di dunia ini. Saya memang mengambil titik ekstrem, untuk menekankan betapa pentingnya kita membaca. Tepatnya, membaca sambil mempelajari.

Setiap kali anda merasa telah membaca sebuah tulisan yang bagus, pelajarilah dimana bagusnya tulian itu, sampai ngelotok! Ketika anda menemukan dimana bagusnya, bagaimana caranya gagasan itu disampaikan, maka itu berarti anda telah mendapatkan sesuatu –semacam mendapat ilmu. Dan setiap tetes pengetahuan ini, langsung atau tidak langsung, akan menyumbang kepada proses kreatif penjelajahan anda ketika menulis. Ya, dalam menulis kita selalu akan bergerak dari penemuan satu ke penemuan lain.

Kedua, adalah pengkhayatan atas apa yang kita sebut sebagai kehidupan. Kita harus selalu membuka diri terhadap setiap inci gerak kehidupan di segala bidang, lewat apa yang kita baca, maupun lewat apa yang kita alami secara fisik maupun dalam batin. Sehingga, dalam pengertian kedua ini terdapat tiga criteria: Satu, pengkhayatan intelektual –suatu exercise untuk logika dan rasio. Dua, pengkhaatan fisik –mengalami sendiri. Tiga, pengkhayatan psikis –menjadikan setiap pengalaman bermakna dalam hati. Ketiga hal ini mnjadi satu metode: kita harus peka. Tanpa kepekaan atas apapun yang hidup di sekitar kita, kreatifitas adalah lagi-lagi omong kosong.

Jadi kalau catatan ini mau dibikin ra-dara sistematis, semacam metode untuk terjun dalam proses kreatif adalah:
1. Motivasi yang kuat
1. Mulai menulis
1. Lahap membaca
2. Peka terhadap segala hal
3. Menolak semua standar.

***
Dalam mengikuti kuliahnya, SGA meminta kepada mahasiswanya untuk membaca buku:
1. PROSES KREATIF 1-3 yang disusun Pamusuk Eneste.
2. MENGARANG ITU GAMPANG karangan Arswendo Atmowiloto
3. YUK NULIS CERPEN YUK karangan Mohamad Diponegoro
4. SEMUA BUKU JS BADUDU
5. SEMUA BUKU ANTON M.MOELIONO

Untuk menjadi seorang penulis skenario, proses kreatif yang di paparkan diatas juga sangat perlu dipahami. Tinggal kemudian mempelajari teori penulisan skenario. Karena menjadi penulis skenario sedikit berbeda dibanding menjadi penulis lainnya. Sebelum saya masuk IKJ dan mengambil jurusan spesialisasi penulisan skenario, saya membeli buku berjudul MENULIS SKENARIO (mungkin salah- bukunya susah dicari ditumpukan) karangan RM SULARTO (lupa lagi saya mungkin salah juga) yang saya beli di pasar Johar Semarang. Saya baca berulangkali dan saya coba mulai meniru menulis skenario. Tapi tidak pernah menjadi skenario yang saya pahami sekarang. Wagu-nya luar biasa dan setelah saya lihat (beberapa tahun yang lalu masih ada) minta ampun jeleknya. Makanya saya punya niat, menuliskan teori penulisan scenario menurut pengetahuan dan pengalaman saya, di blog ini.

No comments: