Monday, January 12, 2009

Film Komedi Romantis Rusak Hubungan ?


Ini adalah berita yang saya baca pada Selasa, 16 Desember 2008 di TEMPO Interaktif:

Pasangan yang tengah dimabuk asmara patut waspada terhadap film bergenre komedi romantis. Menurut sebuah survei, hubungan itu dapat retak akibat tema komedi romantis yang diusung menciptakan harapan yang tidak nyata.

Tidak seperti kisah yang berakhir bahagia, film komedi romantis mempunyai plot yang dianggap mustahil.Menurut para peneliti, film-film produksi Hollywood telah menanamkan hubungan yang “sempurna” di kalangan setiap pasangan, dan memperlihatkan hal yang tidak nyata.

Film-film itu juga terlalu menyederhanakan proses jatuh cinta tanpa dijalaninya sebuah upaya. Tim peneliti di Universitas Watt, Edinburgh, Skotlandia telah mempelajari 40 film box office yang dikeluarkan antara tahun 1995-2005, untuk menyimpulkan temuannya.

Setelah melihat film, mereka menanyakan kepada ratusan orang untuk menceritakan apa itu sebuah hubungan. Psikiater menemukan bahwa pecinta film 'You've Got Mail', ‘The Wedding Partners’, serta ‘While You Were Sleeping’ seringkali gagal berkomunikasi secara efektif dengan pasangannya. Kebanyakan dari mereka berpandangan jika seseorang ditakdirkan bersama pasangannya, maka mereka seharusnya sadar tanpa Anda beritahukan.

“Kami tahu bahwa bukti-bukti yang kami dapatkan menegaskan media populer memainkan peran penting dalam mengabadikan ide ini dalam pikiran khalayak. Apa yang menjadi masalah adalah ide hubungan yang sempurna menjadi tidak realistis,” kata Dr Bjarne Holmes, psikiater yang memimpin penelitian, Selasa (16/12).(BAGUS WIJANARKO)*****

Apa yang ada dalam berita itu paling tidak membuktikan bahwa dampak sebuah film telah menjadi kajian ilmiah. Sebenarnya tidak ada urusan sebuah film ada hubungannya dengan ilmiah dan tidak ilmiah atau ilmu yang njelimet lainnya. Dalam arti sebuah film dibuat pastilah tidak diniatkan untuk diteliti sedemikian rupa. Karena rumus sebuah film pertama-tama hanyalah soal dagang.

Kalau mau pura-puranya diteliti lebih jauh, haruslah diurut-urut asal muasal film itu. Dan awalnya tentu saja dari scenario. Selain ide didapat dari kisah nyata, scenario dibuat adalah hasil imajinasi belaka. Perkembangan cerita didalamnya adalah hasil olah pikiran penulisnya dengan segenap pengalaman hidupnya sendiri dan pengalaman orang lain yang dibaca, ditonton dan diberitahu oleh orang lain. Jadi kalau mau disalahkan atas dampak ‘buruk’ film-film romantis itu ya salahkan skenarionya.

Tapi apakah adil menyalahkan scenario film-film romantis yang diteliti dampaknya itu? Memang ada kasus orang setelah menonton suatu film menjadi berbuat sesuatu. Misalnya seorang anak berumur enam tahun, perempuan pula, menembak mati ayahnya sendiri setelah menonton film Stop or My Mother Will Shoot. Meskipun diberitakan tidak disengaja tapi toh adegan menirunya sukses. Apakah lantas filmnya harus disalahkan dan diadili? Apakah scenario filmnya tidak harus begitu ceritanya supaya tidak ada seorang anak perempuan umur enam tahun menembak ayahnya sendiri?

Dipesan atau tidak dipesan Produser, penulis scenario menulis ceritanya berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan persepsinya terhadap dunia realitas. Penulis scenario adalah pelaku sekaligus pengamat berbagai permasalahan hidup dan kehidupan yang ditulis.Penulis scenario akan memilih permasalahan yang menarik dan sesuai dengan seleranya yang subyektif, meskipun permasalahannya sendiri bersifat netral.

Ada yang berpendapat bahwa ada semacam tanggung jawab moral bahwa film yang bagus haruslah film yang berdimensi social dalam arti konkrit. Film haruslah sarat dengan realitas social, kemudian timbul suspense disana-sini, lantas penyelesaian yang menguntungkan dan arif secara gamblang. Bahwa film akhirnya mempunyai dampak yang serius terhadap sekelompok masyarakat (contohnya seperti penelitian diatas), setidak-setidanya film membuktikan sebagai sebuah ‘ilmu’ yang sama derajatnya dan tidak sama derajatnya dengan berbagai disiplin ilmu lainnya.

1 comment:

film komedi said...

infonya bagus banget terimakasih