Thursday, January 22, 2009
HUMOR DALAM CERITA
Sebuah cerita haruslah lengkap unsure-unsurnya, seperti juga kehidupan ini. Maka unsure humor dalam sebuah cerita sangatlah dibutuhkan. Tidak harus memang tapi humor dalam sebuah cerita ibarat garam. Masakan akan terasa enak kalau ada garam. Jadi humor adalah sebuah bumbu penting meramu cerita.
Menurut Gus Dur, humor merupakan senjata ampuh untuk memelihara kewarasan orientasi hidup sebuah masyarakat. Ini pengertian humor yang luas. Dalam sebuah cerita, humor dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan. Seperti juga bumbu adegan pacaran karakter laki-laki dan perempuan. Tanpa ada unsure romantikanya hambarlah sudah cerita itu. Humor dibutuhkan untuk melepaskan ketegangan, bahkan kalau mampu memberi pencerahan. Tapi unsure humor yang berlebihan dalam sebuah cerita juga akan mengganggu. Contoh kasus sinetron Si Doel Anak Sekolahan.
Dari segi mutu, sinetron Si Doel salah satunya yang boleh dianggap begitu. Si Doel memang tidak luar biasa, tapi paling tidak Si Doel mulai tidak nyebelin untuk ditonton diantara gaya bercerita sinetron lainnya. Justru cacat Si Doel terletak pada humornya yang over dialog. Tokoh Mandra, Basuki dan Pak Tile terlalu diobral sebagai pelawak sehingga dialog mereka selalu boros, sangat cerewet dan sering mubazir. Kehadiran mereka adalah bumbu tapi model humor yang dibawanya ke sinetron Si Doel adalah model lawakan ‘dunia ketiga’ –menertawakan dirinya sendiri dan cenderung verbal meski tidak slapstik banget. Satu-satunya hal yang bisa menghentikan keborosan humor ketiga tokoh dalam si Doel adalah munculnya Si Doel sendiri.
Ganes TH dalam setiap komiknya selalu menyelipkan humornya. Meski sedikit tapi lucunya tidak kalah seperti lawakan Srimulat. Saya contohnya humor yang diselipkan dalam komik Tuan Tanah Kedawung. Setelah bertarung melawan Ki Liung, Ki Warso Si Lutung Pancasona kalah dan terluka parah. Ki Warso pun berpesan panjang lebar kepada anaknya Siti. Saat suara terakhirnya sudah terbata-bata dan terdiam seolah sudah mati,anaknya histeris memanggil-mangil Ayahnya. Tapi mendadak Ki Warso duduk sambil melotot dan berkata, “Eh nanti dulu, ngomong-ngomong apa lu udah bayarin belon tu utang gua tiga talen ama wak ganong, Ti?” Begitu anaknya menjawab sudah, baru Ki Warso mati beneran.
Bagi yang sinis, jenis humor selipan begini jadi bahan ejekan. Tapi sesungguhnya unsure humor yang seperti inilah sebuah surprise. Saat ketegangan berlangsung, suasana haru biru penuh kesedihan, mendadak ada karakter yang cengengesan mau mati. Meskipun kesannya seperti main-main, selipan humor model begini sah-sah saja dan bahkan bisa menjadi pengingat tersendiri bagi penonton. Saking pentingnya sebuah humor, bisa menimbulkan mati karena ketawa. Contohnya buku Mati Ketawa Cara Rusia, meskipun isinya soal politik. Ternyata orang Rusia memiliki rasa humor yang tinggi. Mungkin hal itu muncul karena daya tahannya yang tinggi terhadap semua kepahitan dan kesengsaraan hidup mereka. Benar kata Jaya Suprana, humor politik merupakan sarana katarsis rasa frustasi akibat penindasan penguasa.
Maka untuk tidak kehilangan keseimbangannya, sebuah cerita setidak-tidaknya haruslah mempunyai sense of humor. Satu adegan atau satu dialog pun tidak soal, karena yang penting memancing gelak tawa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment