Saturday, January 31, 2009

ESTETIKA FILM BIOSKOP DAN FILM TELEVISI

Sebagai media, film bioskop dan film televisi di televisi nyaris tidak ada perbedaan. Tapi tetap saja ada batasan-batasan yang perlu diperhatikan. Yang terpenting dan utama adalah soal SIZE atau ukuran. Dalam hal ini adalah layar buat menampilkan film tersebut –bukan soal berapa inch dan ukuran yang sebenarnya. Ukuran layar disini adalah media yang digunakan. Kalau bicara ukuran layar, maka akan menghasilkan beberapa kesan terhadap kita:

1. Kesan psikologis

Ukuran layar akan mempengaruhi estetika film. Jika kita melihat benda yang sama dalam sebuah gambar yang ukurannya berbeda maka akan ada dampak psikologis. Ketika melihat gambar yang lebih besar dari kita, kita sedang dalam posisi kecil. Sebaliknya, ketika gambar lebih kecil dari kita, kita seolah raja atau orang yang tengah berkuasa. Conton gampanya adalah: ketika di layar bioskop ada sebuah adegan seorang tokoh yang sedang berada di satu tempat luas -yang menggunakan frame Long Shot atau Wide Shot, maka kita masih dengan mudah melihat dan menikmatinya si tokoh itu, mudah melihatnya. Tetapi ketika frame tersebut dipindahkan mentah-mentah dilayar televisi, maka yang tampak adalah titik kecil yang akan mengganggu kenikmatan menonton.

2. Kesan ritme

Ritme disini adalah soal kecepatan. Misalnya saja jika dalam film bioskop ada sebuah bis yang melaju dengan kecepatan 60 km/jam itu adalah normal, tetapi jika dalam televisi kalau ada mobil jenis sedan lari 60 km/jam, maka itu sangat luar biasa. Hal itu dikarenakan film lebih lambat dari televisi.

3. Close Up

Close Up dalam film bioskop untuk tujuan artistic. Ada dimensi estetik yang ingin diciptakan. Sementara dalam televisi, sebuah close up merupakan kebutuhan sehari-hari/induktif. Film bioskop karena ukuran layarnya yang besar tidak melulu menggunakan close Up yang akan menggangu, jadi sangat disesuaikan dengan kebutuhan cerita. Sedangkan di televisi, close up adalah keharusan karena ukuran televisi jauh lebih kecil (meskipun sekarang sudah ada televisi layar datar dan sangat lebar, tetap saja kaidah ini tetap digunakan).

4. Blocking Pemain

Sutradara bioskop akan lebih leluasa membuat blocking pemain dari kiri ke kanan, tetapi dalam televisi, blocking tidak kiri kanan tetapi ke dalam. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan frame.

5. Running Time

Film mempunyai waktu tayang yang bebas meskipun dibatasi durasinya. Film bioskop tidak pernah diganggu dengan iklan ataupun sisipan lain. Sedangkan televisi mempunyai waktu dalam format-format yang terbatas. Hal ini karena televisi adalah media dimana iklan-iklan akan selalu hadir pada setiap waktu.

Wednesday, January 28, 2009

SASTRA DAN FILM

Memfilmkan karya sastra sering disebut sebagai adaptasi. Dalam bahasa Perancis disebut ekranisasi. Adaptasi tersebut memang paling cepat dan mungkin, artinya film paling dekat dengan sastra, yaitu novel (juga cerita pendek atau bentuk karya sastra lainnya yang berbentuk cerita fiksi). Hal itu dikarenakan banyak persamaan diantara film dan novel. Perbedaannya hanyalah bahwa film adalah media gambar (memperlihatkan/ditonton). Sedangkan sastra/novel adalah media cetak (menceritakan/dibaca).

Persamaan antara film dan novel adalah:

1. Tema
2. Cerita
3. Plot/alur cerita
4. Suasana/mood
5. Penokohan
6. Latar/setting
7. Gaya

Antara novel dan film juga mempunyai bahan yang berbeda. Jika modal novel adalah bahasa/kata-kata, maka film mempunyai bahan bahasa gambar, yang mempunyai tiga unsure pendukung:

- gambar
- suara
- gerak

Dimana ketiga unsure diatas harus bernilai gambar sinematik, artinya gambar yang mempunyai makna dalam suatu rangkaian.

Sebuah novel diangkat menjadi film biasanya bukan karena kekuatan filmis novel itu, tapi lebih kepada kepopuleran novel itu sendiri di masyarakat. Contoh paling mutakhir Laskar Pelangi.

Ketika film yang diadaptasi dari novel dilempar ke pasar, masih mempunyai beberapa kemungkinan. Di tonton atau di jauhi. Sebuah film ditonton boleh jadi filmnya lebih menarik dari novelnya, misalnya karena terkenal bintangnya. Tetapi jika filmnya dijauhi, karena filmnya mengejek (baca: jelek). Bukan saja masyarakat yang memaki, si penulis novel bakal mencak-mencak karena karyanya dibuat lelucon.

Menurut Joseph M.Boggs dalam bukunya Cara menilai Sebuah Film, meski novel dan film mempunyai beberapa sifat yang sama tapi keduanya mempunyai tekhnik, kebiasaan, kesadaran dan sudut pandang sendiri-sendiri. Tapi umumnya, sebuah novel memiliki lebih banyak bahan dari yang mungkin dicakup oleh sebuah film. Karena itu sebuah novel tidak dapat dterjemahkan secara lengkap ke dalam sebuah film.

Film mempunyai keterbatasan untuk menggambarkan keadaan mental dan jalan pikiran tokoh-tokohnya secara langsung. Memang film dapat menggambarkan adegan tokoh yang tengah berpikir, merasa dan bicara, tapi film tidak dapat memperlihatkan apa pikiran dan perasaan yang sedang berkecamuk di benak tokoh tersebut. Ini sangat berbeda dengan novel yang mampu mengungkap hal paling rahasia sekalipun yang dialami tokohnya.

Sementara Menurut James Monaco dalam bukunya Cara Mengkhayati sebuah Film, daya pendorong sebuah novel adalah hubungan antara materi cerita dan upaya mengungkapkannya dengan bantuan bahasa, dengan kata lain gaya itu lahir dari ketegangan cerita dan si empunya cerita. Sebaliknya, daya pendorong sebuah film kita temui dalam ketegangan yang terdapat diantara bahan cerita dan sifat obyektif dari imaji yang digunakan.

Ada satu kelemahan film yang menjadi keunggulan novel, yaitu waktu. Ketika kita tengah membaca novel dan kita terganggu dengan seekor bebek yang masuk rumah, kita bisa beranjak dan menghalau bebek tersebut keluar rumah, lalu kita melanjutkan membaca novel, bahkan mengulang beberapabaris sebelumnya. Tapi mustahil film diperlakukan seperti itu ketika kita menontonnya (kecuali menonton di rumah dengan kepingan compact disc --)

TEORI PENULISAN SKENARIO 9

OPENING

Opening sebuah film sering menjadi ukuran seberapa menarik film yang ditonton. Penonton akan mengukur cerita ke belakang seperti apa dari opening yang ditampilkan. Ibarat pintu gerbang, maka opening pertama-tama haruslah semenarik mungkin, sekuat mungkin dan haruslah mampu mengikat penonton supaya tidak segera memutuskan suka atau tidak suka dengan yang sedang ditontonnya. Opening haruslah mengandung rasa penasaran yang tinggi, penuh kejutan dan tidak terduga.

Begitu pentingnya opening, maka pengaruhnya sampai kepada bagaimana meneNtukan ending ceritanya. Opening bisa menentukan akan seperti apa dan bagaimana endingnya. Bahkan tidak jarang ending akan meniru opening. Dalam bukunya Writing screenplays that Sell, Michael Hauge menulis ada tujuh macam cara yang digunakan untuk membuat opening.

1. Memperkenalkan action jagoan

Cara pertama adalah memulai dengan jagoan yang segera terlibat dalam suatu action yang mendebarkan. Cara ini digunakan dalam Beverly Hills Cop, Silverado, Sharkey’s Machine, Rocky dan kebanyakan film James Bond maupun indana jones

Keuntungan cara opening ini adalah degan cepat merebut perhatian penonton dan cepat pula menampilkan sang jagoan, hal yang penting untuk mempercepat identifikasi. Hanya saja, cara ini lebih cocok buat cerita-cerita superhero atau fantasi yang memungkinkan action secara logis menjadi bagian keseharian si jagoan.

2. Memperkenalkan Jagoan tanpa action

Cara ini memperlihatkan protagonis dalam kehidupan kesehariannya, sebelum akhirnya didorong untuk masuk ke dalam situasi yang luar biasa. Dalam Back to the Future, kita menemui Marty McFly dalam perjalanannya ke sekolah, mengunjungi rumah seorang penemu eksentrik, sebelum dia akhirnya masuk ke dalam peristiwa-peristiwa luar biasa. Cara yang sama juga digunakan pada Private Benjamin, Witness dan the Verdict.
Keuntungan cara ini, kita bisa menjabarkan tokoh protagonis, yang sangat penting bagi identifikasi. Tapi opening jadi kehilangan keluarbiasaan dari suatu action, sehingga untuk melibatkan emosi penonton harus ditempuh dengan cara lain. Misalnya: penggunaan humor pada Back to the Future dan Private Benjamin, memperlihatkan latar (setting) yang tidak biasa komunitas Amish dalam Witness, atau situasi karakter yang provokatif dalam The Verdict.


3. Outside Action

Banyak thriller yang menegangkan dan petualangan action yang menggunakan cara opening ketiga ini. Scenario dibuka dengan action yang tidak melibatkan sang jagoan, kemudian beralih pada kehidupan keseharian sang jagoan sebelum dia didorong masuk ke dalam situasi yang luar biasa ini. Sebagai contoh, Star Wars, Romancing The Stone, The Big Easy, The Terminator, lethal Weapon.

Cara ini digunakan dalam banyak film karena pada saat yang sama bisa menyampaikan banyak hal: action bisa secepatnya merebut perhatian penonton, film segera menetukan posisi sepurior tokoh (pemberontak melawan Empire dalam Sar Wars, tapi tidak demikian dengan Luke Skywalker), mengundang antisipasi (kita mengantisipasi pertemuan Luke dengan robot, princess Leah dan Dart Vader), serta memancing curiosity (bagaimana lelaki muda ini dalam suatu planet yang terisolasi akan dating melawan kekuatan Empire).


4. Kedatangan

Diawali dengan tokoh yang tiba untuk yang pertama kalinya ke suatu situasi yang baru. Misalnya dalam Children of a Lasser God dan E.T. Opening yang diawali dengan kedatangan memudahkan untuk memberikan eksposisi bagi penonton. Cara ini juga menguntungkan untuk mengesankan pada penonton bahwa tidak ada yang terlewatkan bagi penonton, bahwa segala sesuatuanya dimulai dari awal mula kedatangan tersebut.


5. Prolog

Terlebih dahulu diperlihatkan informasi penting yang mendahului kisah utamanya, beberapa bulan atau beberapa tahun sebelumnya. Cara ini digunakan pada Splash, Prizzi’s Honor atau Exorcist.

Tujuan utama opening dengan prolog ini adalah memberi bayangan (foreshadowing): kejadian awal memberikan kredibilitas terhadap perilaku tokoh dalam bagian utama cerita. Jika kita tidak mendengar janji yang dibuat pada permulaan dalam Prizzi’s Honor atau kita dapat mengetahui bagaimana tokoh Jimmy Stewart pertama kali mendapat vertigo dalam Vertigo, maka action tokoh dalam film ini tidak akan memberikan suatu kesan tertentu yang diinginkan. Selain itu, prolog juga menimbulkan curiosity dan antisipasi penonton.


6. Flashback

Film dimulai dengan memperlihatkan adehan tengah atau akhir cerita, lalu disusul dengan flashback untuk memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mendorong terjadinya opening ini. Misalnya pada Citizen Cane atau Gandhi. Variasi dari cara ini adalah penggunaan narasi seperti Out of Africa atau Sophies Choice.

Keuntungan dari cara opening ini, penulis punya keleluasaan untuk memilih bagian cerita mana yang sekiranya bisa menarik perhatin, selain juga memperlihatkan posisi superior, antisipasi dan curiosity. Tetapi repotnya, seperti umumnya penggunaan flashback, bisa berarti cara yang usang. Flashback boleh jadi menjadi cara yang paling efektif untuk membuka film, tetapi sering flashback digunakan penulis hanya untuk cari cara gampangnya saja.


7. Montage

Opening dengan cara montage maksudnya, menampilkan rangkaian peristiwa maupun action yang tidak saling berhubungan tapi secara keseluruhan membentuk suatu pengertian. Misalkan pada Tootsie atau An Officer and a Gentleman.

Keuntungan cara ini adalah bisa memberikan eksposisi yang diperlukan dengan sangat cepat. Sayangnya, seperti halnya flashback, cara ini sudah klise. Jadi kita mau menggunakan cara montage, yakinkan bahwa apa yang kita bikin merupakan peristiwa atau action yang orisinal untuk mengintroduksi sang tokoh.

Sudah barang tentu, bisa dibuat kombinasi dari berbagai cara yang telah diuraikan diatas. Misalnya kombinasi cara Flashback dan Montage dalam opening An officer and a Gentleman, atau kombinasi Kedatangan dengan Flashback dalam opening Dirty Dancing. Dan sebagainya.

Sunday, January 25, 2009

AYO BELAJAR FILM


Resensi buku: DASAR-DASAR APRESIASI FILM karya Marselli Sumarno -- Penerbit Grasindo 1996 –
Kompas 16 Maret 1997
oleh : Joko Supriyono

Kita harus menerima suatu asumsi yang agak sinis, bahwa penonton film kita masih rendah tngkat apresiasinya. Film masih berhenti pada pemahaman sebagai entertainment, bukan sebagai sebuah karya seni. Kita masih memberi batasan, film itu bagus selama kita masih berada dalam gedung bioskop, tapi duapuluh empat jam kemudian kita sudah lupa sama sekali.

Padahal sebagai bentuk kesenian, media film sama dengan media artistic lainnya, karena film mempunyai sifat-sifat dasar dari media lain tersebut. Seperti halnya seni lukis atau seni pahat, film juga mempergunakan garis, warna,bentuk, volume, susunan dan massa. Jadi dilm sama berharganya dan sama tidak berharganya seperti drama,tari, pantomim atau puisi atau bentuk kesenian lain yang terlebih dahulu dianggap orang sebagai bentuk kesenian yang patut dihargai.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah kesanggupan megapresiasi film suatu kepandaian yang erlu dipelajari? Tanpa harus melewati pendidikan terlebih dahulu, seorang anak berumur tak lebih dari lima tahun dengan sedikit kepandaiannya, dapat ‘menangkap’ isi dasar sebuah film. Kesanggupan untuk dapat ‘menangkap’ dengan lebih mudah dibandingkan dengan ‘memahaminya’ dikarenakan media film begitu dekat dengan kenyataan.

Film mempunyai kesanggupan untuk memainkan waktu dan ruang, mengembangkan dan mempersingkatnya, menggerak majukan atau memundurkannya secara bebas. Dengan demikian sesungguhnya film adalah sebuah seni yang tinggi sekaligus menjadi seni yang paling penting di abad ini. Tapi ironisnya, kita tidak pernah mempertanyakan bagaimana sebuah film melewati prosesnya untuk menjadi produk film yang siap memberikan kepada kita segenap informasi, hiburan sekaligus pelajaran.

Buku Dasar-Dasar Apresiasi Film ini siap menjawab pertanyaan tersebut. Penulis buku tersebut –pengamat film dan dosen institut kesenian Jakarta—mengemukakan keprihatinannya (untuk menyebut alas an) bahwa kenyataan di negeri kita apresiasi film paling tertinggal dibandingkan apresiasi cabang-cabang kesenian lain. Kalimat itu juga yang dijadikan premis penting yang diajukan buku ini.

Ketika seni sastra, seni musik dan seni rupa diperkenalkan sejak bangku sekolah dasar, maka aparesiasi film menjadi pengecualian. Padahal apresiasi film –yang mengadung seni sastra, seni musik, dan seni rupa—paling baik ditanamkan sejak dini. Hal ini berangkat dari suatu kenyataan, anak-anak zaman sekarang yang belum mampu membaca menulis,, telah berhadapan dengan televisi yang menyajikan berbagai tayangan film (hal.IX).

Dengan dasar visi tersebut, maka buku ini boleh dibilang sebagai buku pertama yang memberikan pengetahuan kepada kita bagaimana membaca sebuah film. Sangat langka (untuk mengatakan tidak ada) buku yang secara khusus membicarakan apresiasi film. Maka Dasar-dasar Apresiasi Film menjadi buku perintis.

Untuk membedah pengetahunan tentang film beserta unsure-unsur didalamnya yang sangat ama kompleks, buku setebal 127 halaman ini kurang ideal (mengacu kepada juamlah halaman). Tapi untuk mengenal media yang bernama film yang ternyata sudah sangat kita akrabi ini, buku tepat sebagai pegangan. Kita diajak untuk mengetahui proses produksi film sebelum menjadi menjadi sebuah prototype kehidupan keseharian yang kita tonton di layar. Bagaimana film itu dibuat untuk bisa berbicara dengan kita, sekaligus bagaimana kita membaca film itu.

Untuk mengataka sempurna barangkali tidak, tapi bahwa buku ini bisa dibilang lengkap. Tidak saja karena sistematis, memuat daftar istilah, indeks, akan tetapi juga buku ini memberikan cara memakai buku ini. Dalam kata Pengantarnya, penulis memberikan sasaran pembaca buku ini terutama kepada para pelajar, guru dan mahasiswa. Dan buku ini agaknya telah berhasil merangkul segmen pembaca tersebut.

Sedikit sayang, layout buku ini terkesan ‘berdesak-desakan’.Selain itu gambar-gambar yang dimaksudkan sebagai shot (missal di hal. 61 dan 62) mestinya berbentuk persegi panjang dan bukan persegi empat. Hal ini sesuai dengan hasil proyeksi di layar putih yang berbentuk persegi panjang.

Adalah sebuah sumbangan besar, ketika dunia perfilman kita sedang mengalami ‘koma’, buku ini justru hadir sebagai pencerahan. Kita sudah terlalu sering mendengar adanya seminar, diskusi, forum, yang membicarakan perflman Indonesia yang sedang berada di titik nadir ini. Bicara memang penting, tapi yang lebih penting adalah berbuat sesuatu.

Membiarakan masalah perfilman tidak akan selesai dengan tuntas begitu saja. Film mempunyai bentuk mekanisme yang konstelasinya begitu rumit. Untuk mencapai bentuk deal, penangannya harus disertai dengan luasnya cakrawala tentang berbagai ujud kehidupan yang sangat beragam.

Kita boleh saja menunggu fajar perfilman besok pagi, tapi siapa tahu fajar itu tak pernah benar-benar terbit. Dan sekali lagi, buku ini barangkali bisa menjadi pencerahan, walaupun masih sangat awal.

(Joko Supriyono, mahasiswa tingkat akhir Institut Kesenian Jakarta)

Friday, January 23, 2009

FILM SILAT INDONESIA


Banyak yang bertanya kapan indonesia bisa membuat film action setelah sekian lama tidak kelihatan batang hidungnya? Pengertian action sendiri masih punya dua kategori di Indonesia yaitu film Silat dan film action. Padahal keduanya sama pegertiannya, hanya bahasanya yang beda. Tapi pengertian film action disini belum tentu film silat. Karena masih ada yang menganggap film action itu seperti james bond dan sebangsanya dan bukan film silat seperti Jaka Sembung atau Si Buta Dari Goa Hantu.

Film Silat Indonesia pertama dibuat tahun 70an dengan judul Sisa-Sisa Laskar Pajang yang mengambil dari novel silat karya SH Mintardja API DI BUKIT MENOREH (yang benar-benar punya latar belakang silat lokal). Sedangkan film jenis ‘action’ (kejar-kejaran mobil atau motor, tembak-tembakan senjata api) di Indonesia juga sudah banyak terutama yang diproduksi oleh PARKIT FILM dan KANTA INDAH FILM (sekarang diwangkara Film). Tapi tidak penting benar dibahas, pengkategorian seperti itu. Yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa, genre film laga asli Indonesia sebenarnya sangat besar penontonnya. Sayangnya juga kategori penonton di Indonespun masih dikotak-kotakkan. Antara penonton kota dan desa (yang lain membuat kategori A, B, C dst). Padahal sebuah film seharusnya kategorinya umur bukan kelas sosial.

Ada dua jenis film yang sebenarnya tidak pernah bisa kehabisan penonton. Yaitu jenis film laga/silat dan film anak-anak. Penting untuk tetap mempertahkan eksisnya film laga asli Indonesia karena itu sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari orang Indonesia. Seperti orang Cina (termasuk hongkong) yang akrab dengan Kung Fu. Bahkan orang Amerika menganggap bahwa semua orang cina itu bisa kung fu. Ini kan sebuah identitas yang membanggakan. Seharusnya Indonesia mampu seperti itu.

Indonesia boleh dibilang gudangnya pencak silat. Ada beratus-ratus bahkan mungkin beribu aliran pencak silat dari pelosok Idonesia kalu mau didata. Dari mulai yang paling tradisional dengan namanya yang aneh-aneh sampai silat modern yang hanya mengolah seni pernafasan dan tenaga dalam. Dari yang mulai pencak silat fisik sampai yang mengandung gaib-gaib seperti terbang dan bahkan menghilang. Dari yang jurus-jurus tangan kosong sampai memakai senjata golok.

Dengan modal yang sebesar ini seharusnya Indonesia tidak kehabisan para master silat untuk menjadi intruktur Fighting di sebuah produksi film Indonesia. Tapi kenyataannya film silat indonesia sangat dipengaruhi nafas Kung Fu. Dan itu sudah sejak pertama film silat Indonesia dibuat. Pengaruh film-film Hongkong memang sangat besar sehingga film silat Indonesia pun harus menirunya. Padahal pencak silat beda dengan kung fu. Seperti juga Karate berbeda dengan kung fu, berbeda pula dengan taekwondo. Mereka sudah punya identitas di dunia film internasional. Bahkan aliran silat semacam Aikido pun sudah menguasai Hollywood lewat Steven Seagal. Sementara pencak silat Indonesia yang sudah mendunia dan mempunyai cabang dibanyak negara, justru belum bisa muncul ke permukaan film. Jangankan film yang berkaliber internasional, film local Indonesia saja nyaris tidak ada yang bernafaskan pencak silat murni.

Sinetron Serial Jaka Tingkir dan Jaka Tarub yang ditayangkan di RCTI harus mendatangkan instruktur fighting dari Hongkong dan Cina daratan. Kita tidak bisa menyalahkan produser kenapa tidak memakai tenaga local. Buat produser yang semata-mata mencari untung, pasti akan membuat produk yang bagus. Buat produser, intruktur fighting local belum mampu memberikan ‘sesuatu’ yang bisa berbicara. Inilah fakta yang harus diterima juga. Jadi jangan mencemooh kalau cerita legenda Indonesia semacam Jaka Tingkir adegan perkelahiannya memakai gaya Kung Fu, padahal guru Jaka Tingkir jelas-jelas bukan orang Shaolin.

Menyusul Kung Fu, Karate, Taekwondo, Aikido, silat Thailand sudah mampu berbicara di dunia film Internasional dengan ONG BAK –bahkan sudah dua seri. Dan Saat ini para instruktur fighting Hongkong dan Cina sudah dipakai Hollywood dan Eropa disetiap film-film laganya. Mereka orang-orang yang berjuang pertama-tama pastilah soal uang, tapi lama-kelamaan toh bisa menjadi kebanggaan karena budaya negeri mereka akhirnya ikut dibawa serta. Padahal ini hanya soal keahlian. Tapi betapa keahlian kung fu bisa menjadi duta budaya suatu bangsa.

Tidak usahlah muluk menjadi duta bangsa untuk dunia internasional. Bisa membuat film silat indonesia untuk kalangan Indonesia saja sudah lebih dari membanggakan. Yang begini ini harus banding-bandingan. Jangan hanya bisa sebatas mencemooh dan sinis melihat orang lain berkarya. Sudah saatnya para pendekar silat Indonesia yang jumlahnya bejibun turun gunung. Sudah saatnya para sineas Indonesia yang ingin membuat film laga, mengajak mereka untuk ikut andil didalamnya. Ini hanya soal kemauan dan saling kepercayaan. Tanpa itu film silat Indonesia tetap menjadi barang jarahan instrutkur fighting di luar Indonesia. Pencak Silat bergaya Kung Fu. CIAAATTTTTTTTTT!!!!!!!!!!!!

Catatan:
Saat ini tengah di produksi sebuah film yang mengangkat pencak silat asli Indonesia berjudul MERANTAU. Pencak silat yang diambil adalah silat Minang. Instrukturnya master pencak silat Minang. Tapi sutradara sineas Inggris.

Thursday, January 22, 2009

HUMOR DALAM CERITA


Sebuah cerita haruslah lengkap unsure-unsurnya, seperti juga kehidupan ini. Maka unsure humor dalam sebuah cerita sangatlah dibutuhkan. Tidak harus memang tapi humor dalam sebuah cerita ibarat garam. Masakan akan terasa enak kalau ada garam. Jadi humor adalah sebuah bumbu penting meramu cerita.

Menurut Gus Dur, humor merupakan senjata ampuh untuk memelihara kewarasan orientasi hidup sebuah masyarakat. Ini pengertian humor yang luas. Dalam sebuah cerita, humor dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan. Seperti juga bumbu adegan pacaran karakter laki-laki dan perempuan. Tanpa ada unsure romantikanya hambarlah sudah cerita itu. Humor dibutuhkan untuk melepaskan ketegangan, bahkan kalau mampu memberi pencerahan. Tapi unsure humor yang berlebihan dalam sebuah cerita juga akan mengganggu. Contoh kasus sinetron Si Doel Anak Sekolahan.

Dari segi mutu, sinetron Si Doel salah satunya yang boleh dianggap begitu. Si Doel memang tidak luar biasa, tapi paling tidak Si Doel mulai tidak nyebelin untuk ditonton diantara gaya bercerita sinetron lainnya. Justru cacat Si Doel terletak pada humornya yang over dialog. Tokoh Mandra, Basuki dan Pak Tile terlalu diobral sebagai pelawak sehingga dialog mereka selalu boros, sangat cerewet dan sering mubazir. Kehadiran mereka adalah bumbu tapi model humor yang dibawanya ke sinetron Si Doel adalah model lawakan ‘dunia ketiga’ –menertawakan dirinya sendiri dan cenderung verbal meski tidak slapstik banget. Satu-satunya hal yang bisa menghentikan keborosan humor ketiga tokoh dalam si Doel adalah munculnya Si Doel sendiri.

Ganes TH dalam setiap komiknya selalu menyelipkan humornya. Meski sedikit tapi lucunya tidak kalah seperti lawakan Srimulat. Saya contohnya humor yang diselipkan dalam komik Tuan Tanah Kedawung. Setelah bertarung melawan Ki Liung, Ki Warso Si Lutung Pancasona kalah dan terluka parah. Ki Warso pun berpesan panjang lebar kepada anaknya Siti. Saat suara terakhirnya sudah terbata-bata dan terdiam seolah sudah mati,anaknya histeris memanggil-mangil Ayahnya. Tapi mendadak Ki Warso duduk sambil melotot dan berkata, “Eh nanti dulu, ngomong-ngomong apa lu udah bayarin belon tu utang gua tiga talen ama wak ganong, Ti?” Begitu anaknya menjawab sudah, baru Ki Warso mati beneran.

Bagi yang sinis, jenis humor selipan begini jadi bahan ejekan. Tapi sesungguhnya unsure humor yang seperti inilah sebuah surprise. Saat ketegangan berlangsung, suasana haru biru penuh kesedihan, mendadak ada karakter yang cengengesan mau mati. Meskipun kesannya seperti main-main, selipan humor model begini sah-sah saja dan bahkan bisa menjadi pengingat tersendiri bagi penonton. Saking pentingnya sebuah humor, bisa menimbulkan mati karena ketawa. Contohnya buku Mati Ketawa Cara Rusia, meskipun isinya soal politik. Ternyata orang Rusia memiliki rasa humor yang tinggi. Mungkin hal itu muncul karena daya tahannya yang tinggi terhadap semua kepahitan dan kesengsaraan hidup mereka. Benar kata Jaya Suprana, humor politik merupakan sarana katarsis rasa frustasi akibat penindasan penguasa.

Maka untuk tidak kehilangan keseimbangannya, sebuah cerita setidak-tidaknya haruslah mempunyai sense of humor. Satu adegan atau satu dialog pun tidak soal, karena yang penting memancing gelak tawa.

Wednesday, January 21, 2009

DUNIA FIKSI


Ada sebuah artikel di harian suara karya berjudul Fiksi Dalam Sinetron Indonesia yang ditulis Beni Setia. Isinya sinetron Indonesia berada diantara film Bollywood dan Hollywood. Tidak hanya pada ceritanya tapi juga aspek keseluruhan sebuah sinetron. Saya petikkan satu alinea begini : Teks yang biasanya diungkapkan sebagai kritik atas adegan sinetron, yang bunyinya, "Dalam keseharian nggak begitu."Misalnya, orang miskin yang berpakaian resik, dengan mata sehat bersinar dan wajah bersih. Perempuan sakit yang memakai make up tak resmi mau arisan, dan bukan gurat derita bermata kosong. Ibu rumah tangga yang menunggu suami pulang dengan dandanan seperti mau nyambut tamu untuk dinner atau party. Dan selalu ada adegan makan ala Eropa. Dst. Dll.

Setiap hal pastilah saling mempengaruhi. Saya membaca novel penulis Amerika, saya jadi paham gaya bercerita dan dialognya, begitu juga novel dari Negara lain, juga ketika saya baca novel penulis dari Indonesia. Lantas ketika saya menulis, pastilah saya sedikit dan banyak meniru salah satu gaya dari yang saya baca itu. Ketika kita kecil belum bisa menulis, kita melihat tulisan guru kita, lantas kita tiru. Tapi lama kelamaan kita akan berbeda cara menulisnya dengan guru kita. Dari bentuk tulisannya, sampai kepada yang lainnya.

Sinetron dan film Indonesia pastilah akan begitu. Industri semaju Hollywood pun masih terpengaruh gaya bertutur dan pembuatan film Hongkong. Meskipun Hongkong tidak kalah banyak meniru film-film Hollywood, baik dari cerita dan gaya bertutur filmnya. Tapi Hollywood mempunyai cirri sendiri, begitu juga Hongkong. Kita sudah akan tahu mana film buatan Hongkong dan mana Hollywood, diluar soal pemain tentu saja.

Film Indonesia lahir dari tangan orang dagang, bukan orang sekolah film. Perkembangan film Indonesia pun mengikuti jamannya sebagai film dagang. Bahwa kalau sekarang sinetron dan film idonesia kalau ditonton bikin kita senewen itulah realitas yang tengah terjadi. Maka kita patut tabah saat melihat karakter Orang sabar yang kesabarannya melebihi kesabaran malaikat, karakter orang jahat yang kejahatannya melebihi raja iblis yang raja tega. Juga gambaran yang ditulisan Beni setia diatas.

Buat saya ini hanya masalah pasar. Tidak lain. Karena ternyata industri film (Indonesia) itu sama saja dengan pabrik sepatu yang sewaktu-waktu bisa bangkrut. Kalau ‘juragannya’ (baca:produser) tidak bisa ‘ngutang’ lagi modalnya, habislah sudah production house-nya. Artinya tidak bisa membuat sinetron dan film. Padahal pasar penonton di Indonesia lebih banyak dari Amerika Serikat. Banyak pengamat film bilang film Indonesia cuma kalah berdagang. Boleh jadi betul tapi seharusnya kalau mau dagang, ‘barangnya’ harus berkualitas dulu biar bisa laku diperdagangkan. Biar bisa bersaing sama film Negara lain. Tapi realitasnya juga, boro-boro menjadi bagus, menjadi benar saja susah.

Soal kualitas, pertama-tama yang harus dibenahi Skenario. Habis itu sutradara. Kalau dua unsure paling penting itu yang bisa dibenahi, dijamin tidak ada gambaran karakter yang aneh bin ajaib, tidak ada karakter ibu-ibu menyambut suaminya pulang kerja seperti menyambut tamu hajatan, tidak ada orang sakit yang mukanya kayak habis pulang pesta. Dunia sinetron dan film itu dunia fiksi, seperti dunia novel dan dunia khayalan lainnya. Perkara ceritanya ada yang berasal dari kisah nyata, tetap saja unsur selebihnya imajiner. Fiksi itu memang haruslah kesepertihidupan. Tapi harus tetap berada dalam dunia khayalan. Jadi haruslah penulis scenario, sutradara dan pekerja film dan sinetron lainnya, belajar untuk bisa membuat dunia fiksi (khayalan) dengan berkualitas.

Tuesday, January 20, 2009

MENGENANG ASRUL SANI


Pada hari-hari terakhir hayatnya, Asrul Sani sempat mengutarakan kekecewaannya ketika melihat tayangan program televisi kepada Mutiara istrinya. "Tidak ada lagi penulis (skenario) yang bagus," katanya. Beliau meninggal 11 januari 2004. Itu kenapa saya ingin mengenang beliau karena moment bulan januari ini.

Soal siapa Asrul Sani, semua sudah tahu sejak duduk di bangku sekolah dasar, juga tidak perlu rasanya saya membeberkan lagi kebesaran nama dan karya-karyanya karena anak-anak SD pun pasti hafal diluar kepala. Saya hanya ingin mengenangnya sebagai penulis scenario saja karena wilayah itu yang saya tahu. Fakta bahwa Asrul Sani adalah penulis skenario ‘paling’ berkualitas yang pernah dimiliki Indonesia. Itulah mengapa menjelang akhir hayatnya beliau sangat prihatin dan kecewa karena beliau merasa belum ada penerus penulis scenario yang berkualitas.

Pertama kali Asrul Sani menulis bukan scenario langsung tapi dialog dari scenario yang dibuat Usmar Ismail berjudul Lewat Djam Malam, tahun 1954, sebuah film tentang ‘perjuangan nasional’ yang kelak tema ini akan banyak mewarnai karya Asrul Sani sewaktu masih muda. Pada tahun 1959, beliau menulis scenario sendiri –yang sangat bagus-- Titian Serambut Dibelah Tujuh, sebuah interpretasi atas novel Hamka, yang bercerita tentang pertentangan generasi muda dan tua Islam. Di tahun 1969, beliau menulis scenario dan menyutradari Apa yang Kau Tjari, Palupi? yang konon merupakan salah satu capaian terbaiknya.

Asrul Sani menulis skenarionya pada sebuah gagasan/konsep. Dimana beliau membuat skenario dengan gaya bercerita modern yang disebut sebagai struktur tiga babak. Gaya penceritaan ini ditandai terutama oleh karakter individual, ruang dan waktu yang jelas, sebab dan akibat yang jelas, cita-cita protagonist menggerakkan plot, konflik yang dibangun atas dasar motivasi psikologis, dan penutup. Unsur-unsur ini hampir bisa dikatakan tidak ada dalam film-film Indonesia praperang sebelum Asrul Sani terjun ke dunia film.

Sebagai perintis dan penulis skenario terbaik yang dimiliki film Indonesia, Asrul Sani bisa dianggap yang tidak hancur melawan ‘kelampauan’. Melihat skenario-skenario yang telah beliau tulis, sangat kelihatan bahwa Asrul Sani adalah pembaru bagi zamannya. Ia menulis skenario dengan sistem narasi modern, dengan tema-tema yang dipilih secara saksama dan personal, dengan pengembangan karakter yang khas dan cara penceritaan yang mengalir.

Melihat perkembangan film Indonesia –juga sinetron, belum muncul penulis scenario yang menonjol yang bisa diharapkan berkualitas. Karena saat ini yang terjadi adalah fase kebingungan, dimana yang akan diambil adalah jalan paling aman. Perkembangan teknologi, banjirnya ide dari belahan dunia –Hollywood, Bollywood, Taiwan, Korea, Jepang-- membuat anak-anak muda Indonesia kembali memaknai film sebagai sesuatu yang lebih bersifat permukaan daripada esensi. Tidak ada penulis yang mandiri, yang mampu keluar dari trend atau latah. Bolehlah soal factor Produser diikutsertakan, tapi rasanya identitas harus tetap dipegang. Bukan soal idelaisme akan tetapi bagaimana berani mandiri ditengah badai trend atau latah yang terjadi.

Akhirnya pelajaran penting dari Asrul Sani adalah keberaniannya untuk konsisten, menceritakan dirinya-sendiri. Tanpa bisa menjadikan film sebagai medium ekspresi dan alat bercerita, niscaya generasi ini akan kehilangan sejarah dan yang lebih penting dari itu adalah, tidak akan muncul pengganti Asrul Sani sebagai penulis scenario film Indonesia yang berkualitas.

Sunday, January 18, 2009

KHAYALAN SEEKOR ANJING


Ternyata tidak hanya manusia yang mampu berkhayal dan terbius dengan khayalan. Binatang juga mempunyai hak yang sama untuk bermimpi dan berkhayal menjadi seorang pahlawan, meskipun dirinya hanyalah seekor anjing biasa. Anjing yang mampu berkhayal itu namanya BOLT, film animasi 3D terbaru dari Walt Disney. Bolt seekor anjing pintar kepunyaan gadis cilik bernama Penny, yang bersama-sama bermain dalam sebuah film. Dalam film itu Bolt adalah seekor anjing super yang mampu menjadi pahlawan penyelamat.

Rupa-rupanya anjing ini tidak bisa membedakan mana dunia khayalan dan dunia realitas. Makanya saat tidak sedang take/pengambilan gambar film, Bolt terbawa suasana dan tidak lagi menjadi dirinya sendiri. Ia merasa bahwa ancaman buat Penny adalah sungguhan, bukan khayalan didalam film mereka. Maka Bolt menjadi berhalusinasi, ia menganggap bahwa ia juga mempunyai kemampuan super. Sampai kemudian ia dihadapakan pada kenyataan pahit, ia terpisah dengan Penny.

Bolt terbawa ke suatu kota yang jauh dari Hollywood dan ia terus saja berkhayal bahwa ia harus menyelamatkan Penny yang dalam keadaan bahaya. Satu-satunya hal yang diingat adalah musuhnya yaitu seekor kucing yang jadi piaraan bos penjahat dalam film itu. Lewat burun dara yang sedang terkungkung oleh kekuasaan seekor kuing betina bernama Mittens, Bolt diperdaya untuk menyelamatkan mereka. Nyatanya bolt menyerang Mittens dan meminta kucing betina itu untuk membawanya kepada Penny.

Rupanya lagi si Mittens ini kucing ‘pintar’. Ia menyadarkan khayalan dan impian Bolt yang mempunyai kekuatan super. Pertama kali dibuktikan saat bolt berdarah dan ia tidak tahu itu darah. Mittenslah yang memberitahukannya. Begitu juga saat perutnya bunyi karena kelaparan. Mittenlah yang mengajari bagaimana cara mencari makanan. Saat mencari makanan itulah bertemulah dengan humster bernama Rhino yang kebetulan juga menganggap Bolt adalah asli seperti dalam film yang tengah dibuatnya.

Saat Bolt sudah mampu disadarkan Mittens hidup dalam dunia khayalan, Rhino tidak bisa disadarkan bahwa apa yang dianggapnya nyata adalah khayalan belaka. Bolt mulai sadar bahwa ia tidak punya kekuatan super. Tapi bolt bingung, apa yang harus dilakukannya kalau tidak mengejar penjahat (masih mengkhayal). Mittens dengan enaknya menjawab Bahwa tugas seekor anjing hanyalah malas-malasan, tidur, mengejar ekor dan mengunyah sepatu. Lalu Bolt diajarkan cara mengejar piring terbang, bermain dan saling menakuti anjing lain. Tapi rupa-rupanya lagi Bolt tetap teringat penny sebagai teman terbaiknya. Maka ia pun menuju Hollywood dengan meninggalkan Mittens tanpa pamit Rhino. Rhino marah kepada Mittens yang tidak membantu Bolt karena merasa Bolt dalam misi penyelamatan penting. Keduanya pun sampai di Hollywood juga. Bolt menemukan kenyataan pahit, penny sudah mempunyai ‘bolt’ lain dan ketika dia hendak pergi studio kebakaran dan bolt harus menghadapi kenyataan atau dunia yang sesungguhnya. Ia terluka saat menolong penny tapi ia masih punya sisa gonggongan ‘super’ untuk memberitahu lokasi terperangkapnya.

Apa yang dialami Bolt seringpula sesungguhnya terjadi pada kita. Kita sering berkhayal menjadi kaya tanpa bekerja, bermimpi menjadi pahlawan tanpa kekuatan sendiri. Saat menghadapi kenyataan yang sebenarnya, betapa malangnya nasib kita. Maka daripada mengkhayal tanpa guna, mengkhayallah untuk menulis. Paling tidak akan tersalurkan emosinya, mampu menghadapi realitas dengan ikhlas dan tabah. Selamat berkahayal.

ILUSTRASI STRUKTUR DRAMATIK DAN KONSTRUKSINYA


Sebagai ilustrasi pembahasan struktur dramatik scenario, berikut akan dibahas scenario film yang ditulis Asrul sani (almarhum) berjudul TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH yang disutradarai Chaerul Umam.
Berikut ini adalah Basic Story-nya :

Ibrahim adalah santri muda yang diperintahkan gurunya untuk menjadi guru agama di sebuah kampung yang jauh terpencil bernama Batu Hampar. Setelah sampai di kampung itu, Ibrahim menemukan keganjilan-keganjilan. Ia bertemu Sulaiman sebagai satu-satunya guru agama di kampung itu, tapi betapa Sulaiman seorang guru yang munafik. Tidak bisa berbuat apapun dibawah kekuasaan Harun, orang paling kaya di kampung, serta Arsyad seorang pemuda yang menonjol dan sombong. Ibrahim dapat merasakan kampung berada pada kekacauan akibat ulah Harun dan Arsyad. Seorang gadis bernama Halimah telah menjadi korban kesewenangan mereka. Terutama Arsyad yang ditolak cintanya oleh Halimah. Orang-orang kampung juga membenci Halimah sebagai aib karena dituduh pernah diperkosa serdadu Belanda.

Ibrahim memulai usahanya memerangi kebatilan tersebutdengan modal keimanan. Ia mendapat rintangan dari Sulaiman, Harun dan Arsyad. Puncak rintangannya adalah Saleha, istri Harun yang selalu merayunya. Sampai kemudian ibrahim difitnah oleh Saleha telah memperkosanya. Ibrahim diadili oleh orang sekampung. Halimah yang berusaha menolongnya tak berrarti apa-apa dan tak merubah keputusan harun untuk memenggal kepala Ibrahim. Saat itulah dating musyafir tua yang pertama kali dijumpai ibrahim saat menuju kampung itu. Musafir tua itulah yang membuktikan baha Ibrahim tidak bersalah. ****


Berikut ini akan saya cuplikan beberapa scene dari sKenario asli TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH. Saya hanya akan menuliskan 2 scene yang saya anggap mewakili keseluruhan ceritanya.

SCENE 6.EXT. JALAN DEKAT MASJID - PAGI

IBRAHIM naik sepeda. Waktu sampai di tempat yang agak sepi ia berhenti, lalu menyandarkan sepedanya ke sebatang pohon. Ia melepaskan ikatan sebuah botol yang berisi air dan sebuah caan (mangkok) dari alumunium lalu minum. Distang sepeda itu juga diikatkan sebuah karung kecil dari kain belacu (bekas karung terigu) berisi beras. Tapi kemudian ia mendengar suara seorang lelaki tua mengucapkan salam.

LELAKI TUA
Assalamu’alaikum!

IBRAHIM
Alaikumsalam!

Ibrahim duduk. Dan waktu orang tua itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengannya, Ibrahim berdiri. Orangtua itu mengenakan peci resam, brbaju gunting cina sedangkan celananya terbuat dari kain merekan sepanjang setengah lutut (dibawah lutut tapi tak sampai kemata kaki:sampai ke betis), sedangkan sehelai kain pelekat terlilit dipinggangnya. Dibahunya ia menyandang sebuah kampil beras yang sudah hampir kosong. Ibrahim bergeser sedikit dari tempatnya untuk memberikan tempat bagi orangtua itu dibagian yang kelindungan baying-bayang. Orangtua itu berjalan menggunakan sebuah tongkat, biarpun ia kelihatannya sehat dan kuat. Tongkat itu lebih banyak merupakan alat mainan tangan daripada sesuatu yang ia perlukan untuk bertopang. Rupanya ia baru sarapan pagi.

IBRAHIM
Bapak mau kemana?

ORANGTUA
Ke Tanjung Beringin.

IBRAHIM
Sehari perjalanan dari sini. Bapak akan
Kemalaman dijalan. Antara tempat ini
Dan Tanjung Beringin tidak ada kampung.

ORANGTUA
Tidak apa. Saya biasa tidur dibawah
Kolong langit.

IBRAHIM
Apakah bapak mau menjenguk keluarga disana?

ORANGTUA
Tidak. Saya berjalan dari kampung ke
Kampung. Kalau ada ulama besar di kampung
itu saya belajar, kalau tidak saya mengajar.
Anak mau kemana?

IBRAHIM
Ke Batu Hampar.

Orangtua itu terdiam sebentar, lalu ia berkata sambil tercenung.

ORANGTUA
Rakyat di kampung itu seperti laying-
layang putus

IBRAHIM
Kenapa pak? Disana mengajar Haji Sulaiman.

Orangtua itu diam tidak menjawab

ORANGTUA
Nanti anak akan lihat sendiri. Ah, sudah
Turun matahari.Saya mau terus.

Ibrahim memandang ke kampil beras orangtua yang sudah hampir kosong itu.

IBRAHIM
Sebentar pak.

Ia berdiri mengambil kampil berasnya dari ikatan sepedanya dan kemudian menuangkan isinya kedalam kampil beras kepunyaan orantua itu.

IBRAHIM
Hanya ini yang dapat saya berikan.

ORANGTUA
Alhamdulillah. Semoga Allah melindungimu.

Kedua mereka bersalaman. Orantua itu mengucapkan salam lalu pergi meninggalkan tempat itu. Ibrahim memperhatikannya sebentar lalu menaiki sepedanya.

107. EXT. TIKUNGAN JALAN - PAGI
Ibrahim menaiki sepedanya. Tanpa ia ketahui ia melewati Lelaki Tua (di scene atas Orangtua- penulis) yang sedang asyik dengan sarapan paginya, duduk sambil membakar singkong dan sedang ngopi.

LELAKI TUA
Ibrahim!

Ibrahim mendengar. Ia seolah mengenali suara itu. Lalu ia menghentikan sepedanya. Ketika ia melihat siapa yang menegurnya, ia mengangguk hormat.

LELAKI TUA
Kau mau kemana?

IBRAHIM
Mau kembali.

LELAKI TUA
Kau tidak bisa lagi meninggalkan kampung ini

IBRAHIM
Aku harus belajar bayak…

LELAKI TUA
Kau baru saja lulus sekolah. Mereka percaya
Padamu. Kalau kamu pergi mereka akan jadi
Kapan tanpa nakoda. Kau telah menyelamatkan
Kampung dari dosa.

IBRAHIM
Aku seorang guru Pak. Yang mereka
Perlukan adalah pemimpin.

LELAKI TUA
Setiap muslim adalah pemimpin bagi
sesamanya. Berat nak, tapi terimalah itu
sebagai amanat Tuhan yang kau bawa dari
rahim ibumu.

Orangtua itu berkata sambil mengemasi barang perlengkapan kelananya. Selesai memberesi segalanya

LELAKI TUA
Assalamualaikum.

LElaki Tua itu pergi.
Ibrahim tak mampu melawan kebenaran kata-kata yang diucapkan oleh lelaki Tua itu. Dipandanginya kepergian orangtua ituyang kian menjauh, sampai tak terlihat lagi.
Dengan kemantapan hati seorang muslim. Ibrahim memutar arah sepedanya, mengarah ke kampung kembali.

Selesai.****


TITITAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH adalah sebuah cerita yang serius. Hal tersebut sudah dimulai dari judulnya. Suatu perlambang perjuangan melewati ujian yang kelewat mustahil. Sebuah cerita religius yang tidak jatuh menjadi verbal. Cerita ini bicara moral, bukan melulu tentang khotbah Firman Tuhan atau sekadar menggambarkan orang sembahyang atau sedang mengaji Al Qur’an atau orang bersorban dan berjilbab. Inilah sikap orang beragama yang benar.

Bangunan ceritanya menguat. Mulai dari opening gaya bertuturnya menganut pola AB-AB atau garis lurus. Stuktur dramatiknya tertata dengan pelan tapi pasti dan terus menanjak konfliknya menuju klimaks. Konflik sebagai unsure utama cerita merupakan konflik besar yang berkembang membesar. Jenis konflik hitam putih yang dihadapkan pada konflik situasional dan social. Unsur seperti curiosity, suspense dan identifikasi hadir melengkapi bangunan cerita dengan cermat.

Curiosity muncul ketika tokoh Halimah hadir sebagai gadis yang selalu kelihatan ketakutan sambil membawa sangkar burung, serta tokoh Ibrahim yang dihadapkan pada persoalan rumit dan harus mencari jalan keluarnya seorang diri. Suspense muncul ketika Ibrahim sepertinya tidak menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Ibrahim tetap sebagai manusia biasa yang mempunyai ketakutan menghadapi masalah yang tengah dihadapinya. Ia harus berjuang seorang diri di suatu tempat yang asing. Apalagi tokoh-tokoh antagonis trus diberi ruang sehingga persoalannya sulit diduga kapan selesainya dan seperti apa jenis penyelesaiannya nanti. Identifikasi muncul pada tokoh Ibrahim sebagai sosok pejuang seorang diri, Sulaiman sebagai seorang Haji yang munafik, tokoh halimah yang selalu kalah. Bukankah mereka tokoh yang selalu ada disekitar kita.

Konflik yang ditawarkan mempunyai arti penting bagi tokoh-tokoh yang terlibat dan pemecahan masalahnya membawa perubahan penting bagi tokoh-tokohnya dan lingkungan dimana peristiwa tersebut terjadi.

Konflik berawal dari konflik Ibrahim dengan kampung Batu Hampar sebagai konflik situasional, yang berkembang menjadi konflik-konflik:
- konflik ibrahim dengan warga (konflik social)
- konflik ibrahim dengan Sulaiman
- Konflik Ibrahim dengan Arsyad
- Konflik ibrahim dengan Harun
- Konflik Ibrahim dengan Saleha
- Konflik Ibrahim dengan Halimah

Sebelum kedatangan Ibrahim ke Kampung Batu Hampar, konflik sudah terjadi di tempat itu. Konflik itu adalah:
- Konflik Halimah dengan warga kampung
- Konflik Halimah dengan Arsyad
- Konflik Saleha dengan Harun

Satu budaya yang bisa ditangkap dari sifat konflik film ini adalah bahasa yang diucapkan oleh para tokohnya. Yang paling mudah orang menebaknya adalah logat Sumatra. Pola dramatik yang dipakai scenario film ini adalah struktur tiga babak. Penyusunan opening yang cermat dan mengurai konfliknya dengan matang dan menyelesaikannya dengan menjaga emosi yang rapi dan tidak buru-buru sehingga pada hasil akhirnya kita mendapatkan perenungan yang dalam setelah selesai menontonnya.

Catatan: Mendapat piala citra sebagai skenario terbaik FFI tahun 1983

TEORI PENULISAN SKENARIO 8

STRUKTUR TIGA BABAK

Pola penulisan scenario yang paling lazim digunakan adalah struktur tiga babak. Pola ini hampir digunakan dalam semua film-film Hollywood. Struktur tiga babak berasal dari drama yunani kuno, yang ditemukan oleh aristoteles yang berkata bahwa drama yang baik seperti kehidupan kita, Yaitu anak-dewasa-tua dan seperti kehidupan alam, yaitu pagi-siang-sore/malam.

Struktur tiga babak ini adalah satu satu jenis pola bercerita. Struktur ini juga yang dipakai untuk menyusun konstruksi dramatik. Wells Root dalam bukunya Writing the script menulis bahwa sebuah cerita yang baik ibarat sebuah sungai yang menyeret perahu sang protagonis ke arah air terjun. Nah proses tokoh protagonis bagaimana dan kenapanya sampai ke air terjun dibagi dalam tiga babak.

BABAK I/opening/Pembukaan
Opening atau pembukaan mempunyai durasi 10-20 menit pertama. Tugas dari babak pertama ini adalah:
- Memperkenalkan tokoh protagonis secepat mungkin dan penonton secepat itu juga mengidentifikasi pada tokoh tersebut.
- Memperkenalkan tokoh antagonis
- Memperlihatkan problem utama yang dihadapi protagonis
- Memberikan risiko yang besar apabila protagonis gagal dalam menghadapi problemnya.

Sebelum masuk ke Babak II atau Tengah, segeralah memasukan POINT OF ATTACK (POA), titik dimana menjadi awal bergulirnya cerita yang sesunguhnya. Penonton harus terseret oleh cerita tanpa bisa melepaskan diri lagi. Ini harus secepatnya dihadirkan supaya penonton tidak keburu bosan. Teori POA ini dikemukakan oleh William miller dalam bukunya Screenwriting for Narrative Film and Television.

BABAK II atau Tengah

Babak kedua ini adalah tahap pengembangan, dimana haruslah diintensifkan problem-problem protagonis atau tokoh utamanya serta hambatan-hambatan yang dihadapi tokoh. Di babak kedua inilah cerita sesungguhnya diuji akan menjadi baik dan memuaskan bagi penonton. Akan seperti apakah ending dari babak selanjutnya. Pada babak kedua ini juga haruslah dibangun curiosity, suspense dan surprise.

BABAK III/akhir/ending/klimak
Babak terakhir ini ibarat selesainya sebuah tugas. Dimana penyelesaian semua problem yang dihadapi oleh tokoh protagonis, apakah ia berhasil mengatasinya masalahnya ataukah gagal dan berakhir dengan tragis. Menyelesaikan masalah dalam sebuah film biasanya mempunyai dua pilihan: happy ending atau unhappy ending. Dalam banyak kasus film-film Hollywood hampir bisa dipastikan, semua berakhir dengan happy ending, meskipun sering ceritanya diambil dari kisah nyata. Ada juga kisah nyata yang benar-benar digambarkan berakhir tragis pada babak terakhir ini. Pilihan happy atau unhappy ending adalah urusan yang harus dikompromikan dengan selera penonton kalau ceritanya diluar kisah nyata. Penonton tidak pernah menghendaki suatu ending yang tragis, tidak bahagia dan mengecewakan. Rumus happy ending adalah rumus paling banyak digunakan oleh Hollywood.

Teori PENULISAN SKENARIO 7

TUGAS KONSTRUKSI DRAMATIK

Apa yang menjadi tugas kontruksi dramatik adalah untuk membuat cerita menjadi menarik untuk ditonton. Bukan saja harus membuat penonton menjadi tertarik saja, tapi harus membuat penonton merasa teridentifikasi atau menjadi bagian cerita yang sedang ditontonnya. Rasa memiliki inilah yang harus dibangun. Untuk memperjelas apa yang harus dilakukan dalam menata kontruksi dramatik haruslah daipakai tekhnik terbalik, yaitu dengan melihat apa yang sebenarnya harus dihindari supaya cerita jangan sampai :
- Membosankan
- Tidak lancar
- Melelahkan

Supaya cerita tidak membosankan haruslah dibangun dengan mengikat, dan jangan sampai penonton merasa bosan. Faktor kebosanan penonton biasanya akan dirasakan apabila:

1. Jalan cerita datar
Sebuah cerita yang datar adalah cerita yang tidak berkembang. Tidak menawarkan apapun kepada penonton. Tidak berusaha mengikat dan tidak memikirkan bahwa sebuah cerita yang bagus haruslah yang mempunyai konflik yang terus menanjak. Sebuah cerita yang datar bisa disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya adalah kurangnya variasi dan peristiwa-peristiwa yang disampaikan dan kurangnya konflik. Saat konflik tunggal tak mampu membuat cerita menjadi naik dramatiknya, maka haruslah membuat sub konflik dengan syarat haruslah saling berhubungan dan hindarilah factor kebetulan.

2. Kurang memancing rasa ingin tahu.
Faktor curiosity atau rasa ingin tahu adalah hal yang wajib dimiliki sebuah cerita. Penonton haruslah terpancing untuk terus mengikuti jalan cerita dan jangan diberi peluang untuk menebak kejadian selanjutnya. Faktor mudahnya menebak jalan cerita merupakan kelemahan adanya curiosity. Dan penonton yang rasa ingin tahunya menjadi gagal adalah: segalanya telah jelas dan informasi yang disampaikan tidak menarik sehingga penonton tidak merasa perlu untuk mengikutinya.

3. Cerita tidak jelas.
Sebuah cerita haruslah memberikan kepuasan dalam mengikuti jalan cerita, yaitu haruslah jelas alur ceritanya atau plotnya. Tekhnik penceritaan banyak sekali jenisnya, diantaranya menggunakan cara flashback atau kilas balik. Tapi apapun yang dipakai tekhnik penceritaan haruslah tetap membuat penonton mengerti jalan cerita. Faktor Yang harus dihindari supaya cerita menjadi tidak jelas adalah:
- Kehendak utama dan tujuannya tidak jelas lagi buat penonton sehingga penonton tidak bisa menduga dan tidak bisa ikut dalam perjalanan cerita.
- Pemberian informasi jelek. Contoh paling jelas diberikan flashback yang sering tidak diperlukan sehingga penonton tertunda informasinya dan bahkan ceritanya menjadi kacau balau.

4.Tidak berkembangnya emosi
Faktor ini sebenarnya hampir sama dengan ketiga factor diatas. Penonton haruslah trlibat secara emosiaonal terhadap yang ditontonnya, makanya penonton haruslah terlibat didalam perjalanan cerita, harus meningkatkan kualitas konflik dan harus menyusun konflik dengan tertata dan baik.


TIDAK LANCAR
Ibaratkan sebuah sungai yang mengalir tidak lancar alirannya maka akan menjadi masalah pada setiap kebutuhan yang harus dicukupinya dengan alirannya. Masalah itu bisa berupa kekeringan sawahnya, tidak mandi kerbaunya, bahkan tidak tecukupinya kebutuhan untuk kehidupan rumah tangga. Dengan demikin aliran yang lancar adalah hal yang mutlak dan ditunggu.

Begitu juga dengan penonton. Mereka akan merasakan efek tidak lancar seperti sebuah aliran sungai yang tersendat karena beberapa hal:
- ilusi atau khayalan penonton tersendat
- kekuragan unsure dramatik
- informasi tidak seimbang atau terputus-putus
- terlalu banyak kilas balik atau flashback karena setiap kilas balik dihadirkan, otomatis ilusi penonton akan terhenti perjalanannya.

Thursday, January 15, 2009

TEORI PENULISAN SKENARIO 6

KONSTRUKSI DRAMATIK 2

2. POLA DRAMATIK

Pola penulisan scenario yang paling lazim digunakan adalah struktur tiga babak (akan saya tulis di bagian tersendiri). Struktur Tiga babak berasal dari drama yunani kuno. Struktur ini menekankan pentingnya cara bertutur yang dramatik demi keterikatan penonton pada jalan cerita dan setiap perkembangan cerita selalu dihubungkan dengan reaksi psikologis yang akan terjadi pada penonton. Struktur tiga babak yang dikenal adalah:
1.Awal (konflik)
2.Tengah (pengembangan)
3.Akhir( Klimak)

Selain pola struktur tiga babak, ada juga pola lain, seperti eliptis (berputar), Multiplot, Mozaik dan Garis Lurus.

Selain pola dramatik, hal yang penting lain yang harus dan penting diperhatikan adalah POINT OF ATTACK (POA). Yaitu titik dimana penonton sudah harus mulai terseret oleh cerita, tanpa bisa melepaskan diri lagi. Dan titik ini secepat mungkin harus dihadirkan, sebelum penonton keburu bosan. Bahkan banyak film yang menghadirkan POA ini di scene awal (opening) karena begitu pentingnya mengikat penonton dari sejak pertama kali film diputar. Contohnya bisa dilihat dalam film-film James bond dan India Jones.


3. TANGGA DRAMATIK

Tangga dramatik yaitu naiknya konflik menuju klimaks dan anti klimaks sejak dari awal cerita. Sebuah cerita haruslah mempunyai konflik yang terus naik dan meninggi. Barangkali ditengah jalan boleh berhenti, tapi ini berisiko akan menurunkan ketegangan yang didapatkan penonton dan bisa membuat kecewa. Jadi sebuah cerita haruslah mempunyai konflik yang terus naik dan menuju puncak tanpa berhenti apalagi harus turun kembali. Saat konflik terus naik, penonton akan terpaku di tempat duduknya dan akan terpuaskan.

Tuesday, January 13, 2009

BELAJAR KEPADA GANES TH


Tiba-tiba saya ingin mengenang Ganes TH. Saya bukanlah siapa-siapa dibanding nama besarnya, saya hanya orang yang sangat kagum pada cara penceritaan dan visualisasinya lewat komik-komik silatnya. Dia memang bukan penulis skenario film dan bukan pula tokoh perfilman lainnya. Toh itu tidak membuat saya merasa dia berbeda dengan penulis scenario bahkan seorang sutradara film sekalipun.

Saya ingat Ganes TH paling tidak karena sebentar lagi ada perayaan imlek 2560(26 januari 2009) yang selalu gegap gempita setelah reformasi. Soal upacara, imlek pernah menjadi anak tiri dan tak boleh dirayakan. Ganes TH memang keturunan Tionghoa tapi betapa karya komiknya tak mampu membelenggu para pembacanya dari segala etnis. Komiknya sudah melintasi batas suku dan ras dan agama. Saat sudah membaca komiknya, tak pernah kita peduli pakah Ganes TH seorang cina atau orang dari etnis Jawa.

Ketika imlek masih terbelenggu, Ganes TH sudah menghibur kita lewat komik-komiknya. Tahun 1967 Ganes TH. menciptakan tokoh “Si Buta Dari Goa Hantu” yang menjadi trade mark-nya dan merupakan tokoh komik lokal yang paling populer sepanjang masa. Komik Si Buta Dari Goa Hantu adalah komik silat Indonesia pertama. Terbitan perdananya langsung "meledak" sehingga komik Indonesia seperti dilanda demam silat sehingga banyak komikus lain yang mengekor di belakang kesuksesan Si Buta.

Lewat komiknya Ganes TH mengajak kita semua untuk menjadi saudara. Ia tak pernah mengunggulkan etnisnya lebih menonjol dari etnis lain. Lewat komik dwilogi Pendekar slebor dan Api Di langit Kulon, dia bahkan lebih fasih menggambarkan karakter seorang kyai dengan segala kearifannya daripada seorang toke yang punya banyak usaha. Dia lebih fasih menggambarkan kehidupan pesantren ketimbang pecinan. Betapa dia sangat menguasai dunia pesantren tradisional yang sangat akrab dengan dunia gaib dan hal tak masuk akal seperti adanya siluman harimau. Itulah mengapa ada orang yang menyangka Ganes seorang muslim. Bisa jadi karena lingkungannya –Banten—adalah kawasan yang penuh sesak oleh pesantren makanya dia sangat fasih dengan dunia tersebut.

Membaca komik Ganes TH tak penting lagi apakah kita orang Jawa atau Cina atau orang Papua. Ia tak pernah buang waktu apakah kita orang kaya atau miskin. Cerita-cerita komiknya mampu menghilangkan kesusahan-kesusahan yang menderita kita di negeri yang tidak terlalu bebas sebagai warga Negara meski sudah meredeka sejak tahun 1945. Suatu waktu kita di ajak menjadi pendekar super sakti yang mampu mengalahkan musuh meski bejibun jumlahnya, atau menjadi tabib yang mampu menyembuhkan segala penyakit.

Karena serial Si Buta Dari Goa Hantu saya terinspirasi membuat serial Jaka Tingkir lewat sinetron laga. Petualangan si Buta ke berbagai daerah membuat saya membawa Jaka Tingkir melanglang ke buana dari ujung barat pulau jawa sampai jawa ujung timur. Saya hanya mampu membawanya keliling Jawa sementara Ganes TH membawa Barda Mandrawata sampai ke Sulawesi. Saya bukan sedang membandingkan dengan ganes TH, karena saya bukan apa-apanya dibanding Ganes TH yang saya anggap empu. Saya hanya kagum dengan semua karya komiknya dengan gaya berceritanya yang sangat baik. Ganes TH seperti begitu akrab dan pernah mengunjungi berbagai daerah yang disinggahi Barda Mandrawata. Pengetahuan geografisnya begitu mumpuni, sebagus pengetahuannya soal tradisi daerah-daerahnya.

Kelebihan paling utama yang saya kagumi dari Ganes TH adalah cara penceritaannya yang begitu bagus dan memenuhi semua syarat penceritaan yang ada di buku-buku teori penulisan fiksi baik karya sastra maupun scenario film. Padahal Ganes TH tidak pernah (mungkin) belajar teori penulisan fiksi. Saya juga tidak yakin beliau pernah belajar gaya bertutur cerita yang sistematis seperti teori struktur tiga babak dalam teori scenario film. Tapi saya yakin beliau penonton film luar yang intens, pembaca buku yang rajin dan ‘tukang nguping’ segala pengetahuan. Keempuannya dalam bercerita yang filmis, teoritis, menurut saya tak bisa ditandingin komikus lainnya.

Penting sekali kalau mau belajar menulis cerita yang baik belajar lebih dulu lewat komik buatan Ganes TH. Kalau juga susah untuk belajar dari situ, nikmati dulu alur cerita yang dibangun Ganes TH sampai benar-benar terpuaskan. Setiap membacanya pasti akan teridentifikasi atau kita merasa menjadi sang jagoan ataupun tokoh-tokoh lain yang digambarkannya. Kalau sudah begitu, cobalah menulis cerita. Tahap pertama mungkin akan ‘menjiplak cerita dan alur cerita’, tapi untuk belajar hal itu sah saja sepanjang tidak untuk dikomersilkan. Setelah berkali-kali belajar menulis, anda akan menemukan ciri tulisan anda sendiri. Setelah itu anda akan berterimakasih kepada Ganes TH.

Monday, January 12, 2009

Film Komedi Romantis Rusak Hubungan ?


Ini adalah berita yang saya baca pada Selasa, 16 Desember 2008 di TEMPO Interaktif:

Pasangan yang tengah dimabuk asmara patut waspada terhadap film bergenre komedi romantis. Menurut sebuah survei, hubungan itu dapat retak akibat tema komedi romantis yang diusung menciptakan harapan yang tidak nyata.

Tidak seperti kisah yang berakhir bahagia, film komedi romantis mempunyai plot yang dianggap mustahil.Menurut para peneliti, film-film produksi Hollywood telah menanamkan hubungan yang “sempurna” di kalangan setiap pasangan, dan memperlihatkan hal yang tidak nyata.

Film-film itu juga terlalu menyederhanakan proses jatuh cinta tanpa dijalaninya sebuah upaya. Tim peneliti di Universitas Watt, Edinburgh, Skotlandia telah mempelajari 40 film box office yang dikeluarkan antara tahun 1995-2005, untuk menyimpulkan temuannya.

Setelah melihat film, mereka menanyakan kepada ratusan orang untuk menceritakan apa itu sebuah hubungan. Psikiater menemukan bahwa pecinta film 'You've Got Mail', ‘The Wedding Partners’, serta ‘While You Were Sleeping’ seringkali gagal berkomunikasi secara efektif dengan pasangannya. Kebanyakan dari mereka berpandangan jika seseorang ditakdirkan bersama pasangannya, maka mereka seharusnya sadar tanpa Anda beritahukan.

“Kami tahu bahwa bukti-bukti yang kami dapatkan menegaskan media populer memainkan peran penting dalam mengabadikan ide ini dalam pikiran khalayak. Apa yang menjadi masalah adalah ide hubungan yang sempurna menjadi tidak realistis,” kata Dr Bjarne Holmes, psikiater yang memimpin penelitian, Selasa (16/12).(BAGUS WIJANARKO)*****

Apa yang ada dalam berita itu paling tidak membuktikan bahwa dampak sebuah film telah menjadi kajian ilmiah. Sebenarnya tidak ada urusan sebuah film ada hubungannya dengan ilmiah dan tidak ilmiah atau ilmu yang njelimet lainnya. Dalam arti sebuah film dibuat pastilah tidak diniatkan untuk diteliti sedemikian rupa. Karena rumus sebuah film pertama-tama hanyalah soal dagang.

Kalau mau pura-puranya diteliti lebih jauh, haruslah diurut-urut asal muasal film itu. Dan awalnya tentu saja dari scenario. Selain ide didapat dari kisah nyata, scenario dibuat adalah hasil imajinasi belaka. Perkembangan cerita didalamnya adalah hasil olah pikiran penulisnya dengan segenap pengalaman hidupnya sendiri dan pengalaman orang lain yang dibaca, ditonton dan diberitahu oleh orang lain. Jadi kalau mau disalahkan atas dampak ‘buruk’ film-film romantis itu ya salahkan skenarionya.

Tapi apakah adil menyalahkan scenario film-film romantis yang diteliti dampaknya itu? Memang ada kasus orang setelah menonton suatu film menjadi berbuat sesuatu. Misalnya seorang anak berumur enam tahun, perempuan pula, menembak mati ayahnya sendiri setelah menonton film Stop or My Mother Will Shoot. Meskipun diberitakan tidak disengaja tapi toh adegan menirunya sukses. Apakah lantas filmnya harus disalahkan dan diadili? Apakah scenario filmnya tidak harus begitu ceritanya supaya tidak ada seorang anak perempuan umur enam tahun menembak ayahnya sendiri?

Dipesan atau tidak dipesan Produser, penulis scenario menulis ceritanya berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan persepsinya terhadap dunia realitas. Penulis scenario adalah pelaku sekaligus pengamat berbagai permasalahan hidup dan kehidupan yang ditulis.Penulis scenario akan memilih permasalahan yang menarik dan sesuai dengan seleranya yang subyektif, meskipun permasalahannya sendiri bersifat netral.

Ada yang berpendapat bahwa ada semacam tanggung jawab moral bahwa film yang bagus haruslah film yang berdimensi social dalam arti konkrit. Film haruslah sarat dengan realitas social, kemudian timbul suspense disana-sini, lantas penyelesaian yang menguntungkan dan arif secara gamblang. Bahwa film akhirnya mempunyai dampak yang serius terhadap sekelompok masyarakat (contohnya seperti penelitian diatas), setidak-setidanya film membuktikan sebagai sebuah ‘ilmu’ yang sama derajatnya dan tidak sama derajatnya dengan berbagai disiplin ilmu lainnya.

TEORI PENULISAN SKENARIO 5

KONSTRUKSI DRAMATIK

Supaya struktur dramatik atau bangunan scenario berdiri, maka dibutuhkan kerja konstruksi. Menyusun konstruksi dramatik adalah mengaransir kejadian-kejadian untuk menata bangunan dramatiknya, agar cerita menjadi menarik dalam penyajiannya. Sebuah cerita yang sebetulnya bagus, bisa jadi tidak menarik dalam penyampaiannya, disebabkan oleh kesalahan konstruksi dramatiknya. Sebaliknya, karena bagus konstruksi dramatiknya, sebuah cerita yang tak berarti bisa menarik sebagai tontonan. Jadi konstruksi dramatik adalah penataan suatu penuturan.

Ada tiga kerja konstruksi skenario:

1. UNSUR DRAMATIK

Dalam skenario unsur-unsur yang dibutuhkan adalah:
- konflik
- suspens/ketegangan
- Curiosity/rasa ingin tahu
- Surprise/kejutan

A. KONFLIK
Konflik adalah pertikaian antara kehendak melawan hambatan yang membendung jalannya kehendak menuju tujuan. Perlawanan ini terjadi karena sifat alamiah kehendak adalah selalu ingin mencapai tujuan. Maka ia akan melawan apa-apa yang menahannya atau menghambatnya.

Penonton baru bisa merasakan besar kecilnya KUALITAS konflik kalau mereka sudah tahu jelas kualitas kehendak dan kualitas hambatan.

Konflik adalah hal yang paling penting didalam unsure dramatik. Konflik adalah sumber utama sebuah cerita. Unsur inilah yang mengikat penonton, meningkatkan intensitas pengalaman, mempercepat denyut nadi dan merangsang pikiran.
Konflik sendiri mempunyai dua bentuk:
a. Konflik fisik
b. Konflik psikologis

Konflik juga mempunyai sifat-sifat tersendiri, yaitu:
a. besar atau kecil
b. budaya (misalnya menyangkut karater seseorang)
c. jenisnya beragam (konflik hitam putih/protagonis-antagonis, konflik batin, moral, ideologis/system seperti Saidjah dan Adinda).

B. SUSPENCE/KETEGANGAN
Suspence adalah suatu kondisi yang muncul pada pikiran penonton. Hal ini terjadi bukan karena menakutkannya adegan yang dilihatnya akan tetapi karena penonton dibuat RAGU apakah KEHENDAK mampu melampuai HAMBATAN dan penonton tahu risikonya jika gagal.

Supaya penonton mendapat ketegangan, harus tahu besarnya KEHENDAK dan kekuatan HAMBATAN serta RESIKONYA apabila gagal. Ketegangan akan semakin besar, kalau risikonya semakin besar.

C. CURIOSITY/RASA INGIN TAHU
Tekhnik penceritaan yang bagus haruslah membuat penontonnya selalu mempunyai rasa ingin tahu atas jalannya cerita yang sedang dinikmatinya. Semakin penonton ingin tahu, semakin berkualitas cerita yang dibangunnya.

Syarat membuat rasa ingin tahu penonton, haruslah banyak informasi yang disimpan untuk dibuka dibelakang. Artinya menunda informasi. Tapi harus diperhitungkan dengan benar supaya tidak merusak selera dan ilusi penonton.

Sebuah curiosity bisa menjadi berkualitas apabila penundaan informasi diperpanjang dan mempertinggi reaksi pelaku-pelaku lain yang melihatnya.Dan sesuatu yang lebih aneh pastilah akan memancing rasa ingin tahu juga

D. SURPRISE
Kalau anda sepulang kerja dan sampai dirumah tiba-tiba dikejutkan oleh sambutan ucapan ulangtahun, pastilah anda merasakan hal yang tak terduga. Itulah gambaran arti surprise yang paling mudah. Dalam tekhnik penceritaan, penulis skenario wajib memberikan hal yang diluar dugaan kepada penontonnya.

Supaya efek surprise muncul, haruslah dibuat karakter yang mempunyai KEHENDAK melakukan hal yang tidak diduga penonton. Kalaupun sudah diduga lebih dulu, tapi buatlah kehendak itu supaya tidak bisa ditebak. penting sekali membuat kehendak tidak mudah diikuti kemana meskipun penonton tahu akan seperti apa. Tapi sebenarnya penonton hanya menduga. Dan Efek surpise bisa sedih dan gembira.

Sunday, January 11, 2009

JAKA TINGKIR - SEJARAH DALAM KEMASAN LAGA



Harian Seputar Indonesia, Jumat 11 november 2005
Oleh: Juni Triyanto



Tak mudah mengangkat kisah legenda sejarah ke layar kaca dan menjadikannya tayangan yang ditunggu-tunggu oleh pemirsa. Tapi sinetron yang diangkat dari legenda Tanah Jawa ini sukses meraup penggemar.

Cerita yang dituangkan dalam sinetron memang murni fiksi. Setiap episodenya merupakan cerita imajinasi. Namun esensi ceritanya tetap tidak lepas dari kisah sejarah aslinya. “Cerita Jaka tingkir sendiri merupakan sejarah, bukan dongeng. Tapi memang dalam sinetron ini kisah perjalanan yang digambarkan merupakan fiksi. Namun tidak akan menga burkan sejarah aslinya,” tutur Joko Supriyono, penulis naskah cerita ini.

Beberapa bagian cerita, serta tokoh-tokoh pendamping yang memang merupakan bagian sentral dari sejarah, diungkapkan sebagaimana mestinya. Sehingga nilai sejarahpun tidak menjadi bias. Misalnya seperti cerita dimana Jaka Tingkir mengabdikan diri kepada kerajaan Demak. Sementara bagian fiksi, ditambahkan sebagai daya tarik bagi para pemirsa untuk mengikuti alur ceritanya.

“Rangkaian perjalanannya memang panjang, namun pada akhirnya nanti akan kembali lagi kepada cerita sejarah yang berlaku,” ujar Joko lagi. Secara garis besar sinetron ini memang lebih banyak menyuguhkan kisah-kisah kepahlawanan Jaka Tingkir saat mengalahkan musuh-musuhnya yang jahat. Kisah demi kisah kepahlawanan Jaka Tingkir inilah yang sebagian besar merupakan bagian fiksi dalam sinetron ini. Seolah sebagai pengantar dan perjalanan hidupnya yang sesungguhnya sesuai dengan bagian sejarahnya, yaitu sebagai prajurit Demak.

Kebaikan vs Kejahatan
Bila menyimak kisah sesungguhnya, Jaka tingkir memang mempunyai kepribadian serta sikap yang tak jauh berbeda dengan yang dituturkan melalui sinetron. Kisah boy wonder dari desa Tingkir yang memerintah wilayah Demak sampai memindahkan Demak ke Pajang. Tak salah bila setiap episodenya selalu memberikan cerita yang mengetengahkan sosok jagoan Jaka Tingkir.

“Seperti umumnya sinetron laga, kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Sisi kepahlawanan dari sang jagoan ini memang selalu ditonjolkan. Makanya selain cerita, adegan perkelahian serta efek-efeknya sangat dibutuhkan untuk mendukung kesuksesan sinetron ini,” ungkap joko lagi.

Joko pun menambahkan, kalau di setiap episode memang selalu dituntaskan. Dalam artian Jaka Tingkir akan menghadapi suatu konflik, dimana ia akan berhadapan dengan musuh baru. “Ini kan merupakan serial, jadi setiap ceritanya itu selesai. Setiap episode selalu ada tokoh baru yang kita munculkan. Begitu pula dengan musuh-musuh yang dihadapi oleh Jaka Tingkir,” cerita Joko.

Namun dari semua musuh yang ada, ada musuh sejati yang selalu berusaha menaklukan Jaka Tingkir. Dialah Aryabajageni yang mengaku sebagai jelmaan Syekh Siti Jenar, walaupun ia sebenarnya hanya muridnya saja. Aryabajageni adalah keturunan bangsawan Majapahit yang mulai runtuh. Cita-citanya adalah mengkhancurkan Kerajaan Demak dan membangun kembali Majapahit baru. Tidak hanya itu, ia selalu menebarkan rasa dendam dan kebencian di antara para wali, terutama Sunan Kudus. Itulah yang sebenarnya yang menjadi musuh sejati Jaka Tingkir yang memang berusaha mempertahankan Kerajaan Demak serta menegakkan tonggak agama islam, sesuai ajaran yang diterima dari sang guru, Sunan Kalijaga.

Pertemuan Jaka Tingkir serta Aryabajageni menjadi suatu laga yang seru yang dinanti. Selalu ada cara serta trik baru yang dilakukan oleh Aryabajageni untuk menghancurkan Jaka Tingkir. “Aryabajageni akan muncul secara berkala, tidak setiap episode,” kata Joko.

Selain dari musuh yang selalu berganti, kelebihan lainnya dari sinetron laga ini adalah kemunculan monster yang mempunyai kekuatan luar biasa. Kalau dalam kisah sesungguhnya tentu saja monster-monter itu tidak pernah ada. “Ini memang menjadi salah satu daya tarik yang kita berikan. Karena selain laga, penciptaan monster dengan efek-efek yang khusus tentunya memberikan daya tarik tersendiri,”jelas Joko lagi.***

TEORI PENULISAN SKENARIO 4

STRUKTUR DRAMATIK SKENARIO

Dalam bukunya The Screenwriters Hand Book, Syd Field menulis bahwa yang terpenting dari scenario adalah strukturnya atau bangunannya. Ini adalah kekuatan yang mengikat semuanya jadi satu. Semacam kerangka. Tanpa struktur, anda tak punya cerita. Tanpa cerita anda tak punya scenario. Struktur adalah hubungan antara bagian-bagia dengen keseluruhan.

Struktur dramatik adalah penataan bagian-bagian secara logis dan estetis untuk menghasilkan dampak emosional intelektual dan dramatik yang maksimum. Kepandaian bercerita, untuk semua penulisan naskah fiksi, selalu tergantung kepada struktur dramatik yang kuat. Dari sebuah struktur yang kuat, bangunannya bisa dijamin kuat juga, sebuah cerita akan menjadi kuat juga.

Cerita yang baik selalu tergantung dengan struktur dramatik yang kuat, karena cerita yang memiliki struktur adalah cerita yang mempunyai maksud yang luas sebagai dasar, atau dipersatukan sekitar sebuah tema sentral. Maka peristiwa-peristiwa yang terjadi. Harus dipilih dengan seksama dan ditata dalam hubungannya dengan tema tersebut. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi secara logis dan wajar dan terdapat suatu hubungan sebab akibat yang kuat.

Saturday, January 10, 2009

BAGAIMANA MENDAPATKAN IDE


Orang-orang jenius terhebat yang pernah ada kadang-kadang mencapai hasil lebih banyak justru ketika mereka bekerja lebih sedikit, begitu kata Leonardo da Vinci.

Pertanyaannya adalah: Dimanakah saat ide-ide terbaik muncul untuk menuliskan sebuah cerita? Jawaban yang paling sering diterima adalah ketika sedang di kamar mandi, beristirahat di tempat tidur, berjalan-jalan di alam bebas, mendengarkan musik, baca buku, nonton film dan semacamnya.Mungkin ada yang akan menjawab mendapatkan gagasan terbaiknya ketika sedang bekerja. Tapi seberapa banyak? Karena saat bekerja otak kita tidak digunakan untuk mencari ide atau gagasan tapi untuk melakukan gagasan atau ide itu sendiri.

Saat kita tidak sedang bekerja, kita akan mempunyai banyak waktu untuk mengkhayal. Saat di kamar mandi, diatas tempat tidur, santai di taman, kita akan punya banyak waktu untuk membawa pikiran kita menjadi apasaja dan mencapai apasaja. Kita akan memikirkan berbagai hal yang tidak bisa kita raih di dunia realitas. Saat kita kembali ke dunia realitas sering akan mengecewakan tapi kita harus mampu mewujudkan khayalan menjadi kenyataan, setidak-tidaknya lewat tulisan. Soal kualitas khayalan menjadi urusan kesekian karena khayalan yang kita anggap remeh kadangkala bisa menjadi ide yang cemerlang. Betapa banyak ide cemerlang muncul dari keisengan.

Putu Wijaya adalah orang yang suka sekali mengkhayal. Apa saja yang terlintas dia tuliskan. Pernah suatu kali dia sedang (maaf) berak di pinggir jalan, dia melihat ada orang menebang pohon asam dan tiba-tiba penebang itu terpental dan jatuh diatas aspal. Dari ‘pandangan mata’ itu dia lantas membuat cerpen berjudul ‘Pembunuh’. Putu Wijaya mengatakan dia mengarang karena ada kebutuhan mengemukakan gagasan, hasil pengamatan, saran dan pendapat yang sama atau berbeda dengan orang lain.

Sementara Arswendo Atmowiloto menemukan ide tulisannya saat sedang jalan-jalan. Ide-idenya semua tumbuh dalam perjalanannya yang sebenarnya:jalan-jalan. Persis kata Somerset Maugham, penulis dari Inggris bahwa : Kalau ingin menjadi seorang pengarang, pergilah ke tempat yang jauh atau merantaulah ke negeri orang. Lalu tulislah pengalaman-pengalaman yang didapat .

Dari pengalaman dua penulis terkenal diatas, benar juga apa yang dikatakan Nadine Gordimer bahwa imajinasi seorang penulis adalah barang jarahan yang diambil dari kehidupan orang lain.

Naluri dasar manusia adalah bermimpi. Saat anda ingin menjadi seorang penulis (scenario), bermimpilah menjadi penulis yang hebat. Saat sudah menentukan jalan hidup sebagai penulis, mau tidak mau haruslah ‘mengkhayal’ untuk terus menulis. Dapatkanlah ide-ide terbaik saat dalam keadaan apapun. Karena menulis adalah bekerja anda harus mampu ‘menjarah kehidupan orang lain’ serakus-rakusnya.

Syd Field penulis buku The Screenwriters Hand book memberi kunci untuk memancing munculnya ide, yaitu dengan memberi satu pertanyaan: “WHAT IF……..”. Bagaimana jika…..

Wednesday, January 7, 2009

FAKTA DAN FIKSI


Apakah Laskar Pelangi sebuah novel? Paling tidak penerbit dan para pengulas di Koran dan media lainnya menyebutnya sebagai novel. Dengan demikian wilayah laskar pelangi adalah fiksi. Tapi masalahnya isi dari Laskar pelangi diilhami dari kehidupan nyata Andrea Hirata dan teman-temannya di Pulau belitong. Pulau Belitong sendiri fakta. Sekolah SD Muhamadiyah mereka yang mao rubuh juga fakta. Penulisnya sendiri yang bisa kuliah sampai di Sonborne Prancis pun fakta. Tapi kenapa Laskar Pelangi harus dikategorikan sebagai novel dimana dunia novel adalah dunia fiksi?

Sebuah novel tak perlu menghubungkannya dengan fakta-fakta pengalaman hidup penulisnya. Pengarang bebas menggunakan fakta hidupnya untuk sesuatu makna sebagai respons terhadap persoalan hidup dirinya dan lingkungannya. Dalam novel, apa yang dikisahkan pengarang tidak harus diartikan "telah terjadi secara historis". Semua cerita novel hanya sarana untuk mengungkapkan makna pikiran dan perasaan dalam acuan impian, harapan, dan tata nilai subyektifnya. Intinya novel adalah dunia imajiner.

Laskar Pelangi mengandung fakta-fakta yang dialami penulisnya. Fakta-fakta itu penuh dengan keajaiban, bagaimana anak-anak miskin di pulau gersang itu dapat begitu cemerlang pemikirannya dan sebagian berhasil belajar di sebuah Universitas terkenal di Prancis. Hidup memang penuh keajaiban dan ketidak-masuk akalan, dan kadang sulit dijelaskan. Seperti sebuah fiksi memang tapi kisahnya sendiri adalah dari kejadian nyata.

Fiksi adalah prosa naratif yang bersifat imajiner tapi masuk akal dan mengandung ‘kebenaran’. Meski berupa khayalan fiksi bukan berarti sebagai hasil kerja lamunan, tapi pengkhayatan dan perenungan tentang kehidupan yang dilakukan dengan penuh sadar dan tanggung jawab. Kebenaran fiksi adalah kebenaran yang sesuai dengan keyakinan pengarang sesuai dengan pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran fiksi tidak harus sejalan dengan kebenaran didalam dunia nyata (fakta). Sesuatu yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata, bisa terjadi di dunia fiksi. Dunia fiksi mengandung berbagai kemungkinan daripada yang ada di dunia nyata. Hal itu karena kreatifitas pengarang bisa tak terbatas. Penulis bisa memanipulasi dan mensiasati berbagai masalah kehidupan didalam karya fiksinya.

Fakta adalah kumpulan kejadian nyata sebagaimana halnya film dokumenter yang merekam kehidupan nyata. Kalau kehidupan nyata itu sudah di bumbui dan ditambah dan di kurangi maka itu sudah menjadi wilayah film dokudrama (dokumenter drama). Meskipun banyak kehidupan nyata yang sering seperti kejadian tidak masuk akal alias fiktif.

Seorang wartawan pastilah menuliskan laporannya setelah mengadakan liputan. Dengan demikian wilayahnya adalah fakta: betul-betul terjadi. Tapi seorang wartawan dalam menulis laporannya haruslah menggunakan segenap ‘imajinasinya’ untuk melaporkan kejadian yang dilihatnya. Jadi didalam fakta yang ditulis wartawan ada unsur ‘fiksi’ meskipun sedikit. Misalnya beritanya tentang seorang Raja A yang meninggal. Wartawan bisa menulis begini : Raja A meninggal dunia. Faktanya memang begitu dan Sah saja kalimatnya begitu. Tapi supaya kalimat itu menjadi lebih ‘hidup’, wartawan itu harus menulis lagi begini: Raja A meninggal dunia hari ini jam 10.00 WIB dirumah sakit B setelah menderita sakit sekian lama bla-bla-bla…..

Dengan demikian batas antara fakta dan fiksi itu tipis sekali. Boleh jadi apa yang kita anggap fakta sebenarnya adalah fiksi. Begitu juga sebaliknya. Jadi kalau mau menganggap Laskar Pelangi adalah fiksi sah saja meskipun isinya berdasarkan fakta yang betul-betul terjadi. Yang penting jangan pernah menganggap hidup kita fiksi meskipun kita bebas mengkhayal tiba-tiba kita bisa terbang seenak udel kita layaknya Superman.

Tuesday, January 6, 2009

JUDUL


Mengapa judul begitu penting dibahas? Karena judul adalah petunjuk. Tanpa petunjuk kita bisa menjadi orang yang tersesat. Judul juga sebuah trade mark, sebuah merk dagang. Orang akan kembali datang tanpa tersesat kalau petunjuknya jelas dan mudah diingat. Judul film haruslah sama diperlakukan seperti itu. Dalam banyak hal, daya tarik sebuah film adalah sebuah judul. Judul adalah sebuah brand yang akan mengikat penonton supaya menonton. Judul akan memiliki arti tersendiri bagi penonton sebelum menonton film tersebut. Terlepas puitis atau tidak puitis, panjang atau pendek judul tersebut, sebuah judul menjadi penting karena ia bagian paling pertama dari sebuah film. Judul termasuk bagian integral dari keseluruhan sebuah cerita. Walapun setelah menonton, kadang arti tersebut menjadi lain. Bisa menjadi lebih dalam atau dangkal dan biasa-biasa saja, atau bahkan tidak terkesan sama sekali.

Judul dibuat dengan berbagai macam latar belakang tujuan. Sebuah judul bisa dibuat untuk menunjukkan suatu ironi yaitu mengutarakan hal yang mempunyai arti kebalikan dari yang hendak diungkapkan sesunguhnya. Misalnya KIAMAT SUDAH DEKAT. Judul juga bisa mengungkapkan kejadian yang factual pada jamannya (jadi tidak melulu factual adalah kejadian saat ini, saat membaca tulisan ini). Atau dari sebuah kisah nyata misalnya TRAGEDI BINTARO atau DUKUN AS. Judul juga bisa merupakan ungkapan religiusitas, contohnya AYAT-AYAT CINTA, SYAHADAT CINTA. Judul yang paling mudah barangkali adalah judul suatu tokoh, baik tokoh nyata atau tokoh legenda dan tokoh yang benar-benar imajiner. Penonton otomatis akan mengerti dan tidak perlu bertanya dua kali.

Beberapa judul bisa juga dimaksudkan untuk mengarahkan penonton pada sebuah adegan atau peristiwa kunci dalam sebuah film -yang bisa untuk dikaji dengan serius atau sekedar kenapa judulnya ini dan bukan itu. Judul juga bisa mengungkapkan tema filmnya. Sebuah judul juga bisa membuat sebuah perenungan. Jadi menentukan sebuah judul film sesungguhnya adalah pekerjaan penting, sama pentingnya merumuskan ide pokok cerita film dan menuliskan skenarionya.

Monday, January 5, 2009

NOVEL DAN FILM


ADA APA DENGAN “GODFATHER”

Kenapa film Godfather bisa dinobatkan sebagai film terbaik sepanjang masa? Sebelumnya juara film terbaik dipegang Citizen Kane. Tahun 1972, Piala Oscar memberikan penghargaan kepada Film ini sebagai Film terbaik, Skenario terbaik dan aktor terbaik. Karena urusan tulisan disini hanya mengurus scenario, maka paling tidak itulah yang mau dibahas. Tentu saja bahasan saya ini jauh dari sempurna. Hanya sebuah pendapat orang biasa yang pernah belajar ilmu scenario.

Pertama-tama tentu saja harus diingat bahwa scenario film in berasal dari sebuah novel dengan judul sama yang ditulis mario puzo. Ada Perbedaan yang jelas antara novel dan scenario. Novel adalah teks yang memungkinkan penulisnya menuangkan sepenuh imajinasinya ke dalam tulisan. Sementara scenario adalah petunjuk membuat film, seperti halnya sebuah blue print.

Meskipun film dan novel mempunyai beberapa sifat yang sama, tapi keduanya juga memiliki teknih, kebiasaan, kesadaran dan sudut pandang sendiri-sendiri. Tapi pada umumnya sebuah novel memiliki lebih banyak bahan dari yang mungkin dicakup oleh sebuah film. Karena itu sebuah novel tidak dapat diterjemahkan secara lengkap ke dalam sebuah film.

Film mempunyai keterbatasan untuk menggambarkan keadaan mental dan jalan pikiran tokoh-tokohnya scara langsung. Memang film dapat menggambarkan adegan seorang tokoh yang tengah berpikir, merasa dan berbicara, tapi filmtetap tidak dapat memperlihatkan apa pikiran dan perasaan yang sedang berkecamuk di benak tokoh-tokohnya. Ini berbeda dengan novel yang luwe sekali mengungkap riak-riak kecil, bakan yang paling rahasia sekalipun yang dialami tokoh-tokohnya.

Joseph m boggs dalam bukunya ‘Cara Menilai Sebuah Film’ mengatakan bahwa hal pertama yang menjadi perbedaan antara novel dan film adalah soal sudut pandangan. Dalam novel sudut pandangan ini sangat penting karena yang mengawasi dan mengendalikan bentuk yang akan diperoleh novel tersebut. Dalam bahasa filmnya sudut pandangan ini adalah Point of view. Apakah akan menggunakan sudut pandangan orang pertama, kedua atau ketiga atau sudut pandangan yang lain misalnya sudut pandangan penonton. Tapi sudut pandangn yang diperlukan sebenarnya adalah juru kisah yang sanggup melihat ke dalam hati seorang tokoh dan ‘melihat’ apa yang difikirkan.

Meski film dibuat berdasarkan novel, haruslah dilihat sebagai sebuah karya yang berdiri sendiri, memiliki medium dan code yang berbeda. Dalam film terjadi penyeleksian peristiwa-peristiwa yang tidak lagi diceritakan tapi dilihat atau dtonton. Persepsi dan interpretasi terhadap peristiwa didalam novel adalah milik si penulis novel, sedangkan dalam film, langsung menjadi hak penonton.

Akibat dari penyeleksian peristiwa-perostiwa maka juga terjadi perubahan aksentuasi dari permasalahan yang ingin ditonjolkan. Apa yang tadinya didalam novel mendapat porsi penceritaan yang cukup banyak, didalm film porsinya mungkin berbeda. Perbedaan porsi itu juga akan merubah aksentuasi. Tema bisa saja menjadi bergeser.

Skenario film The Godfather ditulis Francis Ford Copolla bersama Mario Puzo. Durasinya 175 menit. Ini cukup panjang dan pastilah hal itu --paling tidak, untuk mengakomodasi seluruh cerita dalam novel yang panjang ini. Karena ditulis bersama penulis novelnya, maka roh ceritanya pastilah terbawa serta. Antara sutradara dan penulis novel pastilah mempunyai sudut pandang yang berbeda. Menyatukan sudut pandang itulah yang memungkinkan scenario film ini menjadi sempurna. Sebagai gambaran awal, dibawah ini basic story dari The Godfather.

Meskipun Mario Puzo dan Copolla merupakan orang amerika, hanya Copolla yang berdarah Italia, tapi cerita ini merupakan kehidupan yang benar-benar menggambarkan orang Italia --yang hidup merantau di amerika. Mungkin akan sama menggambarkan orang Padang atau Batak yang hidup di Jakarta. Tapi bahwa Mario puzo dan Copolla sangat fasih menggambarkan kehidupan Mafia sebagai sebuah organisasi gangster, padahal jelas keduanya bukan anggota Mafia. Hal ini tentu saja, Mario puzo mengerti betul dengan kehidupan mafia dan pastilah karena dipelajarinya, riset tentu saja. Tapi apakah hanya factor itu yang membuat film ini menjadi film terbaik sepanjang masa?

Rumusan terbaik sekali lagi adalah hal yang tak bisa dianalisa dengan gamblang. Saat kita mengatakan film ini film terbaik, orang lain belum tentu sependapat. Karena jelas ukuran terbaik dari film ini karena berdasarkan responden dengan suara terbanyak. Dalam hal ini majalah showbiz Empire Inggris yang melakukan voting yang diberikan oleh 150 orang sutradara. 50 buah kritikan terhadap film dan lebih 10 ribu penonton film. Pada akhirnya terserah kepada yang menontonnya. Boleh setuju dan boleh tidak sependapat.

Saya akan lampirkan disini basic story dan cuplikan scenario aslinya (draft 3).

Basic Story
Godfather adalah sang pemimpin Mafia bernama Don Vito Corleone, pria pemurah yang tak kenal ampun dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan. Ia pria yang ramah, adil dan pemimpin kelompok paling mematikan di Cosa Nostra. Pusat komando Godfather berada di Long Island, tempat ia memimpin kerajaan bawah tanah raksasa yang menguasai berbagai kegiatan bisnis ilegal, perjudian, taruhan pacuan kuda, dan serikat buruh. Tiran, pemeras, pembunuh. Don memberikan persahabatannya (tak ada yang berani menolak) dan menentukan mana yang benar dan mana yang salah (pembunuhan halal dilakukan demi keadilan).The Godfather memaparkan kehidupan Mafia New York City: perebutan kekuasaan, penghargaan terhadap keluarga, cinta, dan loyalitas, dan berbagai konsekuensi hidup di tengah pembunuh, korupsi, dan balas dendam. Para tokohnya merupakan karakter-karakter kompleks yang memiliki harapan, impian, dan ketakutan, tapi juga merupakan pembunuh keji.****


Skenario film the Godfather pernah diterbitkan menjadi buku oleh penerbit akubaca dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh A.S.Laksana. Tapi saya akan mencuplikan dari scenario asli dalam bahasa aslinya berikut ini.

Opening atau scene 1:

INT DAY: DON'S OFFICE (SUMMER 1945)

The PARAMOUNT Logo is presented austerely over a black
background. There is a moment's hesitation, and then the
simple words in white lettering:

THE GODFATHER

While this remains, we hear: "I believe in America."
Suddenly we are watching in CLOSE VIEW, AMERIGO BONASERA, a
man of sixty, dressed in a black suit, on the verge of great
emotion.

BONASERA
America has made my fortune.

As he speaks, THE VIEW imperceptibly begins to loosen.

BONASERA
I raised my daughter in the American
fashion; I gave her freedom, but
taught her never to dishonor her
family. She found a boy friend,
not an Italian. She went to the
movies with him, stayed out late.
Two months ago he took her for a
drive, with another boy friend.
They made her drink whiskey and
then they tried to take advantage
of her. She resisted; she kept her
honor. So they beat her like an
animal. When I went to the hospital
her nose was broken, her jaw was
shattered and held together by
wire, and she could not even weep
because of the pain.

He can barely speak; he is weeping now.

BONASERA
I went to the Police like a good
American. These two boys were
arrested and brought to trial. The
judge sentenced them to three years
in prison, and suspended the
sentence. Suspended sentence!
They went free that very day. I
stood in the courtroom like a fool,
and those bastards, they smiled at
me. Then I said to my wife, for
Justice, we must go to The Godfather.

By now, THE VIEW is full, and we see Don Corleone's office
in his home.

The blinds are closed, and so the room is dark, and with
patterned shadows. We are watching BONASERA over the
shoulder of DON CORLEONE. TOM HAGEN sits near a small
table, examining some paperwork, and SONNY CORLEONE stands
impatiently by the window nearest his father, sipping from a
glass of wine. We can HEAR music, and the laughter and
voices of many people outside.

DON CORLEONE
Bonasera, we know each other for
years, but this is the first time
you come to me for help. I don't
remember the last time you invited
me to your house for coffee...even
though our wives are friends.

BONASERA
What do you want of me? I'll give
you anything you want, but do what
I ask!

DON CORLEONE
And what is that Bonasera?

BONASERA whispers into the DON's ear.

DON CORLEONE
No. You ask for too much.

BONASERA
I ask for Justice.

DON CORLEONE
The Court gave you justice.

BONASERA
An eye for an eye!

DON CORLEONE
But your daughter is still alive.

BONASERA
Then make them suffer as she
suffers. How much shall I pay you.

Both HAGEN and SONNY react.

DON CORLEONE
You never think to protect yourself
with real friends. You think it's
enough to be an American. All
right, the Police protects you,
there are Courts of Law, so you
don't need a friend like me.
But now you come to me and say Don
Corleone, you must give me justice.
And you don't ask in respect or
friendship. And you don't think to
call me Godfather; instead you come
to my house on the day my daughter
is to be married and you ask me to
do murder...for money.

BONASERA
America has been good to me...

DON CORLEONE
Then take the justice from the
judge, the bitter with the sweet,
Bonasera. But if you come to me
with your friendship, your loyalty,
then your enemies become my enemies,
and then, believe me, they would
fear you...

Slowly, Bonasera bows his head and murmurs.

BONASERA
Be my friend.

DON CORLEONE
Good. From me you'll get Justice.

BONASERA
Godfather.

DON CORLEONE
Some day, and that day may never
come, I would like to call upon you
to do me a service in return.


Ending : 2 scene terakhir :

INT DAY: DON'S KITCHEN (1955)

She moves back into the kitchen and begins to prepare the
drinks. From her vantage point, as she smilingly makes the
drinks, she sees CLEMENZA, NERI and ROCCO LAMPONE enter the
house with their BODYGUARDS.

She watches with curiosity, as MICHAEL stands to receive
them. He stands arrogantly at ease, weight resting on one
foot slightly behind the other. One hand on his hip, like a
Roman Emperor. The CAPOREGIMES stand before him.

CLEMENZA takes MICHAEL's hand, kissing it.

CLEMENZA
Don Corleone...

The smile fades from KAY's face, as she looks at what her
husband has become.

INT DAY: CHURCH (1955)

KAY wears a shawl over her hand. She drops many coins in
the coin box, and lifts a burning taper, and one by one, in
a pattern known only to herself, lights thirty candles.

THE END